PALARAN. Berstatus sebagai ibu kota provinsi, Samarinda seharusnya menjadi pusat perdagangan di Kaltim. Beban Samarinda sebagai kota jasa, ke depan semakin bertambah menyusul pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) di Benua Etam. Samarinda sebagai kota penyangga ibu kota baru sudah selayaknya memiliki fasilitas memadai untuk menunjang arus lalu lintas barang.
Tak heran sejumlah kawasan pinggiran kian dilirik pihak swasta sebagai peluang bisnis. Seperti yang menjadi tinjauan Wali Kota Syaharie Jaang bersama rombongan pejabat lainnya di Kecamatan Palaran.
Wali kota dua periode ini diundang oleh salah satu perusahaan pemilik pelabuhan khusus tagboat yang beraktivitas di Sungai Mahakam.
Kedatangan orang nomor satu di Samarinda ini menjadi harapan besar bagi perusahaan untuk naik status menjadi pelabuhan umum. Terlebih luas lahannya mencapai 6 hektare. Sehingga memungkinkan dibangunnya pusat persinggahan sejumlah tugboat dari daerah lainnya.
Saat dikonfirmasi, sayangnya tak satupun pihak perusahaan membeberkan niatan ini. Sebab keputusan akhir masih menjadi pertimbangan Pemkot Samarinda.
Sementara itu, puas mengelilingi arena pelabuhan, Jaang mengakui langkah ini selaras dengan niatan pemkot dalam merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Palaran sudah seharusnya jadi kawasan industri,” tutur Jaang.
Sebab, menurut Jaang, hakikat perputaran ekonomi masyarakatnya berasal dari pengembang industri kala itu. Namun dalam RTRW 2014 nyatanya ada yang berubah menjadi kawasan pertanian.
“Makanya sekarang dalam revisi RTRW kami kembalikan jadi kawasan industri,” bebernya.
Sekilas, lokasi yang diajukan menjadi pelabuhan umum itu sangat memungkinkan. Namun membutuhkan proses panjang. Terlebih akses menuju ke sana masih jauh dari kata sempurna. Sebab harus melintasi jalur angkut khusus batu bara atau hauling.
Sekretaris Kota (Sekkot) Samarinda Sugeng Chairuddin mengatakan, diperlukan pendekatan secara masif dengan pihak perusahaan batu bara tersebut.
“Kalau bisa tidak perlu lagi ada pembebasan. Ini kan demi kelancaran distribusi juga,” tegasnya.
Selain itu, Sugeng juga menegaskan peran Pemkot Samarinda hanya mendukung dalam hal aksebiltas. Sedangkan urusan penyediaan lahan untuk jalur pendekat, menjadi tanggung jawab bersama perusahaan.
“Ya, harusnya kan perusahaan lain bisa menghibahkan lahannya. Kami siap mendukung untuk perbaikan aksesnya. Bisa dari APBN, bankeu provinsi atau pusat,” pungkas Sugeng. (hun/nha)