SAMARINDA KOTA. Tsunami pemutusan hubungan kerja (PHK) mengancam Kaltim. Hal ini dipicu menurunnya industri batu bara yang mendominasi perekonomian di Kaltim. Pihak DPRD Kaltim bahkan menyebut kondisi tersebut membuat ribuan tenaga kerja di Bumi Etam terancam kehilangan pekerjaannya.
Ketua DPRD Kaltim, Makmur HAPK, Kamis (7/11) kemarin mengatakan, akan membuat rumusan untuk mengantisipasi hal ini. Bahkan pihaknya pun akan memantau langsung ke lapangan. Menurutnya, penurunan industri batu bara dikhawatirkan akan berdampak pada penduduk asli Kaltim. Karena itu, dia mengimbau agar para perantau yang datang ke Kaltim memang untuk mencari pekerjaan, dikembalikan sementara dulu ke daerahnya. Dirinya memprediksi, ancaman ini akan terjadi pada akhir tahun nanti.
“Kita lihat saja nanti. Saya kira, akhir tahun nanti akan terasa,” kata Makmur.
Karena itu, dia meminta kepada bupati dan wali kota di Kaltim untuk bisa mengutamakan tenaga kerja lokal. Apalagi, saat ini, Makmur mengakui bahwa saat ini masih banyak permasalahan dan kasus ketenagakerjaan yang belum terselesaikan.
Dia menganalisa bahwa memang korban PHK di sektor tambang akan mencapai ribuan. Asumsi itu ditemukan dari jumlah perusahaan tambang di Kaltim. Misalnya, saja satu perusahaan menampung 500 pekerja, maka dua perusahaan yang akan tutup sudah menyumbang 1.000 PHK.
“Karena itu, kami berharap ada rapat kerja khusus dengan gubernur terkait masalah ini,” ungkapnya.
Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Yaqub menambahkan bahwa timnya akan meminta kepada kepala daerah dan dinas terkait untuk menganalisa dan mengatasi masalah ini. Pihaknya, kata Rusman, khawati akan ada dampak-dampak buruk jika hal ini tidak diindahkan. Katanya, gubernur harus turun tangan mengimbau sejumlah kepala daerah di Kaltim. Dengan harpaan, pemerintah daerah bisa memberikan instensif sebagai substitusi sebagai respons atas pelemahan ekonomi. “Sehingga PHK tidak terjadi,” tuturnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim mencatat, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kaltim pada Agustus 2019 mengalami penurunan 6,60 persen dibanding periode yang sama pada 2018. Kepala BPS Kaltim, Anggoro Dwitjahyono mengatakan, TPT Kaltim Agustus 2019 tercatat sebesar 110.574 orang. Padahal pada Agustus 2018 angkanya mencapai 114.313 orang.
Penurunan ini, merupakan dampak dari cukup tingginya serapan tenaga kerja dari sektor non formal. Hal ini kemudian mempengaruhi angka penduduk yang bekerja dengan jenjang pendidikan SD ke bawah merupakan proporsi jenjang pendidikan terbesar.
“Jumlahnya mencapai 467,2 ribu orang. Lalu disusul penduduk yang bekerja dengan pendidikan SMA umum sebanyak 424,7 ribu orang,” ujarnya .
Ia menilai, sektor informal menyerap lebih banyak angkatan kerja karena kemudahan masuknya ketimbang sektor formal. “Sektor informal kan lebih gampang masuknya. Tinggal buka lapak misalnya, langsung jualan. Cepet, enggak perlu melamar lagi kan bisa,” tuturnya.
Namun demikian, menurutnya hal itu tak menjadi soal. Karena yang terpenting saat ini adalah menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja dari angkatan kerja yang ada. Pasalnya, data termutakhir pada Agustus 2019 jumlah angkatan kerja di Kaltim pada Agustus 2019 mencapai 1.815.382 orang. Bertambah sebanyak 82.784 orang dibanding angkatan kerja Agustus 2018 yang berada dikisaran 1.732.598 orang. Meskipun, jumlah penduduk yang bekerja pada periode ini mengalami penambahan sebanyak 86.523 orang dari 1.618.285 orang pada Agustus 2018 menjadi 1.704.808 orang pada Agustus 2019, namun pemerintah tetap perlu meningkatkan serapan tenaga kerja.
Ia menyebut, langkah pemerintah memberikan pembinaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di bidang non formal melalui program berbasis padat karya terpotret oleh BPS sebagai upaya penekanan angka pengangguran yang cukup efektif.
“Kelihatan, ketika ada program padat karya, ketika ada dana atau proyek pemerintah yang menyerap banyak tenaga kerja. Ini cukup bagus,” jelasnya. (rm-1/nha)