SANGATTA. Budidaya sarang burung walet rumahan saat ini menjadi salah satu usaha favorit oleh sebagian masyarakat yang memiliki penghasilan di atas rata-rata. Termasuk di wilayah Kutai Timur. Setidaknya ada sekitar 2.000 unit rumah walet. Namun dari ribuan rumah walet ini, tidak ada yang bayar retribusi IMB, karena perdanya mandek di DPRD.
Demikian diungkapkan Kepala Bidang Perizinan dan Non Perizinan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kutim, Saipul Ahmad.
āDi Kutim ini ada sekitar 2.000 unit sarang walet rumahan. Tapi, Pemkab belum dapat retribusi IMB sarang walet ini, karena perdanya belum disahkan di DPRD Kutim,ā katanya.
Padahal menurutnya, potensi ini sangat besar. Bahkan diperkirakan masih akan terus berkembang, sehingga potensi retribusi makin besar. Namun karena perdanya belum ada, pemkab hanya bisa dapat hasil pajak sarang walet. āJadi pajaknya bagi yang sudah panen, memang sudah dapat. Tapi IMB-nya, ini yang masih loss, padahal ini sangat besar, kalau bisa dipungut,ā katanya.
Diakui Saipul, dia menyoroti masalah ini karena penarikan retribusi IMB menjadi tangung jawab penuh DPMPTSP Kutim.
āSaya berharap anggota DPRD Kutim periode saat ini bisa menggolkan revisi Peraturan Daerah (Perda) Retribusi Kutim. Sebab melalui revisi Perda Retribusi tersebut akan menjadi dasar hukum dan pintu masuk dalam perbaikan pengelolaan segala jenis potensi retribusi daerah Kutim guna peningkatan PAD, termasuk pengelolaan sarang burung walet rumahan. Sebab dengan melihat potensi sarang burung walet rumahan yang saat ini telah berdiri di Kutim, ke depan budidaya ini akan terus berkembang dan pastinya akan kembali berdiri bangunan sarang burung walet rumahan baru di wilayah Kutim,ā katanya.
Menurutnya, sangat disayangkan jika potensi PAD ini tidak benar-benar dimanfaatkan. Sebab, potensinya masih akan berkembang terus, bukan hanya di kota, tapi hingga ke pedalaman.(jn/beb)