SANGATTA. Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kutim Irawansyah mengakui pembahasan APBD Kutim tahun anggaran 2020 cukup alot. Ini karena adanya aturan tentang pedoman penyusunan APBD, dimana ada beberapa pos anggaran yang tidak boleh digeser. Sehingga mau tak mau pemkab dan DPRD harus tunduk pada aturan tersebut.
“Pembahasan APBD ini cukup alot karena beberapa pos anggaran seperti pendidikan, kesehatan dan ADD (Alokasi Dana Desa) tidak boleh kurang dari ketentuan, sesuai dengan undang-undang,” jelasnya.
Namun meskipun alot, DPRD akhirnya paham dengan situasi ini sehingga berharap dalam waktu dekat pembahasan APBD ini segera selesai. Menurut Irawansyah, bukan hanya Kutim, tetapi semua daerah juga mengalami hal yang sama yakni kebingungan dalam menyusun postur APBD agar bisa sesuai aturan namun anggaran semua dinas bisa terakomodasi. Sebab dari hitungan persentase, jumlah APBD saat ini sudah 105 persen.
“Lima persen itu dari mana nutupnya? Belum lagi untuk OPD lainnya, anggarannya dari mana? Belum lagi aspirasi, itu juga ada aturannya. Makanya saya bilang, aturan ketat tentang pedoman penyusunan APBD ini sangat menyulitkan daerah,” jelasnya.
Khusus untuk APBD Kutim dengan nilai Rp 2,8 triliun, untuk belanja langsung sudah sekitar Rp 1,3 triliun. Jumlah ini sekitar 40 persen dari APBD. Sementara terkait pos anggaran yang telah ditentukan, itu sekitar 65 persen sehingga jadi 105 persen.
“Itu baru belanja pokok yang sudah ditentukan serta belanja langsung yakni gaji dan insentif pegawai. Jadi untuk OPD lainnya apa? Karena itu nanti tentu dengan terpaksa pos anggaran tertentu tidak akan dipenuhi sesuai aturan,” tegasnya.
Menurutnya, yang tidak bisa dihindari hanya anggaran untuk pendidikan sebesar 20 persen, ADD 10 persen dan kesehatan 10 persen. Lainnya seperti infrastruktur, yang dipatok 25 persen mungkin akan berkurang agar bisa membiayai pos anggaran lainnya. (jn/nin)