TANJUNG REDEB. Tak puas dengan kebijakan perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, karyawan PT Buma meminta pemerintah turun tangan membantu menyelesaikan sengketa dengan perusahaan.
Pasalnya, ada 300 orang yang bakal menjadi pengangguran di Berau. Apalagi karyawan yang di-PHK lebih dari 50 persen adalah tenaga kerja lokal.
Mereka menuntut pemerintah bisa mengambil sikap terhadap kebijakan perusahaan yang dianggap semena-mena. Bupati Berau Muharram mengatakan, terkait rencana PHK yang akan dilakukan manajemen PT Buma terhadap karyawan, ia terangkan saat ini akan ada proses lebih lanjut.
Karena dalam pertemuan ini kedua pihak belum menemukan titik temu. Muharram mengatakan, ke depan pihaknya melakukan penggodokan lebih detail lagi.
“Yang jelas PHK ini ketika mereka protes itu nanti ranahnya ada di PHI (Pengadilan Hubungan Industrial). Itu juga ada haknya perusahaan yang diberikan, sepanjang dia memenuhi kriteria Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003. Tentu juga dibenarkan,” terangnya.
Sembari menunggu proses, diupayakan ada solusi dari perusahaan. Sebab ada opsi yang mungkin bisa menjadi solusi agar tidak ada PHK. Terdapat dua opsi yang dihasilkan dalam hearing terakhir di DPRD Berau, Senin (16/12).
Ada proses tender untuk lahan yang akan ditambang perusahaan ke depan. Diharapkan, jika memenangi tender tersebut, PT Buma bisa melanjutkan kerja sama dengan karyawan yang di-PHK sepanjang memenuhi persyaratan.
“Kemudian opsi kedua, jika ada kontraktor yang baru, kami harapkan kepada PT Buma dan PT Berau Coal dapat memberikan rekomendasi kontraktor yang baru agar bisa dapat dipekerjakan di tempat baru itu agar mereka dapat tertolong,” jelasnya.
Dari 300 karyawan yang terancam PHK ini, tidak serta merta seluruhnya dapat diterima. Pasalnya perusahaan ingin melakukan seleksi terlebih dahulu.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Berau Syarifatul Sya’diah menambahkan, pada prinsipinya pihaknya menginginkan dalam pertemuan tersebut tetap berpegang pada hasil rapat.
DPRD dan pemkab masih sangat mengharapkan investasi khususnya dari sektor tambang. Karena royalti tambang merupakan penyumbang terbesar pendapatan di Kabupaten Berau.
“Karena dalam hal ini kami juga masih ketergantungan dari sektor pertambangan. Kemudian dari PDRB sektor tambang tertinggi, sehingga jika pertambangan lumpuh akan sangat berdampak kepada Kabupaten Berau,” paparnya.
Senada dengan bupati, Syarifatul juga berharap tidak ada PHK. Diminta kepada PT Berau Coal selaku pemilik konsesi lahan, harus ikut andil, minimal memperhatikan jika memang terjadi PHK oleh PT Buma untuk merekrut eks karyawan tersebut. Tetapi itu adalah opsi paling terakhir, namun diharapkannya tidak ada PHK.
Sementara itu, dari pihak buruh belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut terkait hasil pertemuan. Kedatangan puluhan karwan yang tergabung dalam Banuanta Bersatu ini mempertanyakan PHK yang dilakukan manajemen PT Buma serta solusi apa saja yang dapat diambil dalam pertemuan tersebut.
General Manager (GM) PT Buma Nanang Rizal Ahyar mengatakan, alasan pihaknya melakukan PHK ini yakni efesiensi dari beberapa hal. Dimana menyangkut PHK ini, merupakan langkah terakhir yang pihaknya lakukan.
“Kondisi perusahaan menjadi pertimbangan utama saat ini, tidak memungkinkan untuk formasi dengan jumlah karyawan saat ini, maka terpaksa kami melakukan pengurangan. Untuk PHK yang diberikan kurang lebih berjumlah 300 karyawan. Masing-masing KTP Berau 53 persen,” paparnya. Tetapi ditegaskan pihaknya tidak membedakan pekerja dari luar daerah maupun lokal.
Diungkapkan, awalnya rencana PHK yang dilakukan ini lebih dari 600, tetapi ditekan hingga menjadi setengahnya saja. Proses PHK dilakukan sesuai prosedur, juga pertimbangan kedisiplinan dan loyalitas karyawan.
Nanang juga membantah selama proses PHK ada memasukkan karyawan dari laur daerah, tetapi mengakui ada menerima untuk level pengawas. (as/nin)