“Kalau hujan 2-3 jam kita mau bagaimana. Sebelum mereka (dewan, Red) tanya, saya juga ingin Tanya. Ini sekarang di mana anggota dewan. Tidak ada kan? Jadi santai saja.”
Syaharie Jaang
“Wajar kalau ada yang meminta pertanggungjawaban. Namun perlu disadari banjir kali ini kan karena faktor cuaca ekstrem juga. Jadi pak wali tidak perlu emosional.”
Siswadi
“Usulan interpelasi bukan tandensi politik. Lagi pula, pak Jaang kan tidak mencalonkan lagi tahun ini.”
Anhar SK
SAMARINDA KOTA. Suara untuk menggaungkan interpelasi terhadap wali kota Syaharie Jaang menggema seiring surutnya genangan air di beberapa titik banjir di Kota Samarinda. Kesulitan yang dialami warga korban banjir direspons seorang wakil rakyat dengan mendorong dilakukannya interpelasi banjir terhadap wali kota. Adalah Anhar SK, anggota fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengeluarkan wacana itu.
Lantas bagaimana tanggapan Ketua DPRD Samarinda, Siswadi? Wakil rakyat yang sudah memasuki periode keempat berkiprah sebagai legislator partai banteng —sebutan PDIP— ini, menyebut bahwa langkah menggunakan hak interpelasi belum saatnya.
“Memang bisa, namun untuk sekarang kayaknya belum lah,” ujar Siswadi kepada Samarinda Pos, kemarin (17/1).
Meski begitu, pernyataan itu bukanlah keputusan secara sepihak. Secara birokratis, Siswadi menyerahkan permintaan untuk mempertanyakan program banjir yang selama ini dijalankan wali kota, diawali dari sikap Komisi III DPRD Samarinda. Sebab ranah kerja dan pengawasnya memang berada di bawah tupoksi komisi III.
“Kita serahkan ke AKD (Alat Kelengkapan Dewan) yang membawahi ya. Jadi urusan mau interpelasi atau tidak urusan komisi yang membawahinya,” bebernya.
Selebihnya, kata Siswadi, proses interpelasi bisa dilakukan apabila instansi-instansi yang dipanggil tidak bisa memberikan penjelasan dengan baik. Namun hal ini perlu diklarifikasi oleh komisi III terlebih dahulu.
Siswadi mendorong agar Komisi III DPRD Samarinda perlu memanggil instansi atau pihak yang berkaitan dengan program penanganan banjir. Meski demikian, adanya usulan untuk menjalankan hak interpelasi, bagi Siswadi tak perlu ditakutkan oleh Jaang. Terlebih jika program pengendalian banjir dirasa ada yang memberikan dampak langsung terhadap masyarakat.
“Wajar kalau ada yang meminta pertanggungjawaban. Namun perlu disadari banjir kali ini kan karena faktor cuaca ekstrem juga. Jadi pak wali tidak perlu emosional,” urainya.
Meski demikian, ia tetap menyarankan agar penanganan banjir, perlu dikerjakan secara berkelanjutan. Sebab anggaran setiap tahunnya juga selalu mengucur dari APBD.
“Perlu diingat, perbaikan drainase masuk program pengendalian banjir loh. Makanya itu yang kami dorong menjadi program prioritas,” pungkasnya.
Untuk diketahui pada 2020, Pemkot Samarinda menganggarkan Rp 131 miliar untuk program pengendalian banjir di Samarinda.
Anggaran tersebut masih ditambah dari Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemprov Kaltim sebanyak Rp 315 miliar. Sehingga total anggaran pengendalian banjir di Samarinda mencapai Rp 446 miliar.
Terpisah, Jaang mengaku tak ingin ambil pusing menanggapi jika ada anggota dewan yang mendorong hak interpelasi.
“Santai saja. Saya siap kok menjelaskan kalau ada yang minta interpelasi,” papar Jaang.
Bahkan orang nomor satu di Samarinda ini membalikkan pernyataan bawah anggaran pengendalian banjir juga atas persetujuan dewan. Karena itu, dia pun enggan disalahkan secara sepihak.
“Kalau hujan 2-3 jam kita mau bagaimana. Sebelum mereka (dewan, Red) tanya, saya juga ingin Tanya. Ini sekarang di mana anggota dewan. Tidak ada kan? Jadi santai saja,” kata Jaang. Dia mempertanyakan tidak ada anggota dewan yang turun ke lokasi banjir. Dia sendiri pada Rabu (15/1) sudah turun ke lokasi banjir terparah di kawasan Perum Bengkuring, Sempaja, Samarinda Utara.
Sebelumnya, anggota DPRD Kota Samarinda Anhar SK siap menjadi inisiator digulirkannya hak interpelasi banjir kepada wali kota Syaharie Jaang. Kata Anhar, interpelasi ini sangat penting untuk melihat sejauh mana program banjir sudah dilakukan Jaang selama memimpin Kota Samarinda, baik saat masih menjadi wakil wali kota selama 10 tahun dan menjadi wali kota dalam 9 tahun terakhir.
Menurut Anhar, interpelasi yang digaungkannya jangan dianggap sebagai tekanan politik kepada Jaang. Sebaliknya, usulan ini merupakan hak personal anggota dewan sebagai mitra kerja pemerintah kota.
“Hak interpelasi ini hak setiap anggota dewan. Soal bagaimana nanti, yang jelas saya usulkan dulu. Saya akan menjadi insiator,” ungkap politisi PDIP tersebut.
Dari interpelasi inilah, lanjut Anhar, masyarakat akan mendapatkan penjelasan yang gamblang terkait sejauh program-program banjir yang telah dilakukan pemerintah kota selama ini. Sehingga, anggapan-anggapan bahwa wali kota tidak becus dalam bekerja dan klaim sepihak pemerintah terkait apa yang sudah dilakukan mendapatkan wadah resmi untuk dijekaskan.
“Usulan interpelasi bukan tandensi politik. Lagi pula, pak Jaang kan tidak mencalonkan lagi tahun ini,” katanya.
Untuk itu, dalam beberapa hari ke depan dirinya akan melakukan konsolidiasi dengan sejumlah kolega di Basuki Rahmat —sebutan anggota DPRD Samarinda dalam menggalang usulan interpelasi tersebut.
Untuk meloloskan usulan itu, diperlukan setidaknya 7 anggota dewan yang bertindak sebagai inisiator. Lalu usulan tersebut disampaikan ke unsur pimpinan dewan. Selanjutnya, unsur pimpinan dewan yang nanti akan mempelajari sebelum pembahasannya diagendakan melalui rapat paripurna.
Jika dalam rapat paripurna tersebut, sepertiga anggota dewan setuju interpelasi digulirkan, maka usulan itu akan gol. Untuk memenuhi syarat tersebut, dalam rapat paripurna nanti setidaknya dihadiri minimal 23 anggota dari 45 jumlah anggota dewan Samarinda. Dan 50 plus 1 persen dari anggota yang hadir di paripurna setuju dengan usulan tersebut.
Anhar mengakui jalan panjang dan terjal untuk menggolkan usulan tersebut. Namun bagi dia, hal itu tidak masalah. Karena dirinya hanya menjalankan hak personal yang melekeat masing-masing anggota dewan.
Karena itu, dia meminta pemkot tidak perlu khawatir dengan wacana interpelasi. Apalagi sejarah interpelasi yang diajukan DPRD kepada wali kota bukan kali ini saja. Di era wali kota Achmad Amins, DPRD sukses menggolkan interpelasi kepada pemkot.
Saat itu sekitar tahun 2008, DPRD Samarinda mempertanyakan sikap pemkot yang mengeluarkan izin mendirikan hotel JB yang lokasinya di bantaran Sungai Karang Mumus (SKM). Saat itu, Anhar yang masih mewakili Partai Amanat Nasional (PAN) juga salah satu inisiator hak interpelasi.
“Jadi tak perlu dikhawatirkan.
Kami hanya menjalankan fungsi sebagai pengontrol. Karena fungsi kami memang itu. Sedangkan yang menjalankan program untuk rakyat adalah pemerintah dalam hal ini wali kota,” pungkasnya. (mrf/nha)