Empat orang tewas, satu di antaranya luka-luka. Petaka di Gunung Manggah. Tragedi paling memilukan di akhir Januari 2020 ini. Bagaimana kesaksian Junaidi, satu-satunya korban yang yang selamat dalam petaka itu?
Maut di Gunung Manggah menjadi tragedi paling memilukan yang terjadi di akhir Januari 2020. Empat orang meninggal dunia dalam peristiwa yang terjadi Kamis (30/1) lalu tersebut. Tak terbayang kengerian saat pengendara dan warga sekitar melihat langsung bagaimana tragisnya kondisi para korban terkapar di kolong truk dan di tengah jalan.
Semua korban mengalami luka parah dan meninggal dunia usai tergilas truk roda enam tersebut. Rem blong menjadi penyebab utama terjadinya insiden mengerikan ini.
Empat korban tewas adalah: Awaludin Muhammad (36), warga Jalan Kakap RT 6, Kelurahan Sungai Dama, pengendara motor Yamaha mio sol KT 2966 WZ; Tri Hartininsih (43) dan putranya Brilian Gabriel (12) yang dia bonceng mengendarai motor Karisma KT 4715 MY, warga Sungai Kapih dan Desi; Ratnasari (16) warga Jalan Tenggiri, Gang Budiman, Sungai Dama, mengendarai honda Scoopy KT 3894 WZ. Selain keempat orang itu, ada satu korban lagi dalam kejadian nahas itu.
Adalah Juanaidi (38), warga Jalan Gelatik, Sungai Pinang. Junaidi sehari-hari berdinas di Satpol PP Kaltim sebagai Wadanton Regu 9 Penjagaan Kantor Gubernur Kaltim, di Jalan Gadjah Mada. Junaidi adalah satu dari sekian banyak pengendara yang selamat di saat truk menabrak 3 kendaraan para korban. Meski selamat, Junaidi mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya. Junaidi terempas bersama motornya ke jalan.
Diceritakan Junaidi, sebelum kejadian nahas, dia mengantar kerupuk ke rumah mertuanya di kawasan Sungai Kapih. Pergi ke rumah mertua selepas tengah hari, Junaidi mengendarai motor Honda Vario KT 2607 BBY. Usai mengantar dan berbincang dengan mertuanya, Junaidi pamit pulang. Dia pun di jalan pulang dan melintasi lokasi kejadian.
“Saat arah pulang, tepat di atas gunung dan jalanan mulai menurun, saya melihat di kaca spion kok truk itu makin lama makin mendekat,” kata Junaidi, kemarin (1/2). Tak ada tanda-tanda sang supir truk membunyikan klakson atau tanda bahaya lain. Seketika bagian belakang knalpot motornya tertambrak bumber depan kiri truk dengan keras. Akibat benturan tak terduga itu, Junaidi tak mampu menguasai motornya. Dia pun terempas bersama motornya ke arah kiri jalan.
Saat terempas, pandangan Junaidi langsung kabur. Meski begitu, samar-samar ia masih bisa melihat bagaimana truk maut bernomor polisi K 1376 LN yang dikemudikan Rudi Setiawan (50) itu melibas tiga kendaraan lainnya.
“Tiga pemotor itu semua berada di tengah saat kejadian. Semua terserat hingga ke bawah gunung,” terang Juanidi.
Di tengah kondisi tubuhnya yang terluka parah usai tertabrak truk, Junaidi berusaha bangkit dan mendirikan motor yang mesinnya masih menyala. Dibantu pengendara lain, ia pun dipapah ke lokasi yang lebih aman. Meski selamat dari maut, akibat terempas, Junaidi mengalami luka di tangan dan kaki. Bagian tubuh lainnya juga memar. “Alhamdulillah masih diberi umur panjang. Tetapi sedih melihat para korban meninggal dunia,” tutur Junaidi.
Sehari selepas kejadian, dirinya juga sudah memberikan keterangan kepada pihak kepolisian. Kini Junaidi tengah mengobati luka-luka yang dideritanya di rumahnya. Dia pun belum bisa kembali berdinas.
Kasat Lantas Polresta Samarinda, Kompol Erick Budi Santoso melalui Kanit Reskrim Ipda Henny Merdekawati membeberkan, saat ini kondisi kejiwaan sopit truk, Rudi Setiawan, mulai stabil. Pihaknya akan melanjutkan pemeriksaan terhadap Rudi. “Bebarapa orang saksi sudah kami mintai keterangan. Tinggal pemeriksaan lanjutan dari pengemudi truk sendiri,” kata Henny.
Henny memastikan, penyebab kecelakaan awalnya disebabkan rem blong. Kemudian dari hasil olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang dilakukan pada malam usai kecelakaan terjadi, ditemukan pula faktor lain. Seperti jalan bergelombang, menurun dan menikung.
“Kondisi cuaca saat terjadi kecelakaan cerah. Jarak pandang normal saja. Selain rem blong, sopir juga kurang konsentrasi dan kurang memperhatikan kondisi kendaraan sebelum digunakan,” ujar Henny. Ditambahkan Henny, unsur kelalaian sangat melekat pada diri sopir truk. Sehingga pihak kepolisian khususnya Unit Laka Lantas akan mengenakan Pasal 310 (4) Jo 105 (a,b) Jo 106 (1,3,4) Jo 109 Jo 110, UU No 22 tahun 2009.
Pasal tersebut berbunyi: setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena lalainya menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan orang lain meninggal dunia dipidana dengan penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 juta.
“Meskipun nanti ada kesepakatan secara kekeluargaan dan pihak sopir ada niatan untuk memberikan santunan dan sebagainya, itu menjadi domain pihak keluarga. Proses hukum akan tetap berjalan. Hakim yang akan memutuskan hukuman untuk sopir,” pungkas Henny. (kis/nha)