SUNGAI PINANG. Selain harus siap siaga saat terjadi kebakaran permukiman, Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Samarinda juga disibukan dengan kebakaran lahan yang terjadi hampir di seluruh kecamatan yang ada di Kota Tepian.
Bahkan, akhir-akhir ini kebakaran lahan kerap terjadi berulang kali dalam sehari. Beruntung, setiap kali ada kejadian kebakaran, pihaknya selalu mendapatkan bantuan dari unsur relawan, dan pihak terkait lainnya. Kondisi ini tak lepas dari cuaca Samarinda yang cukup terik selama beberapa pekan terakhir.
Kepala Dinas Damkar Kota Samarinda, Nursan menerangkan, terkait dengan kebakaran lahan, pihaknya dihadapkan dengan sejumlah kendala. Mulai dari terbatasnya akses masuk ke lokasi titik api hingga pasokan air yang tak memadai.
Upaya pemadaman cukup memakan waktu. Karena jenis lahan yang terbakar rata-rata merupakan semak belukar dan lahan gambut. Proses pemadaman kerap terkendala sulitnya medan dan jangkaun peralatan. Tak jarang, petugas hanya bisa mengawasi dari kejauhan. Petugas, baru akan melakukan penyemprotan, jika api mulai mendekati permukiman.
Tak jarang pula petugas dibantu relawan terpaksa berjibaku dengan api menggunakan alat seadanya. Yakni dengan memukul-mukulkan ranting kering ke titik api. Hak ini dilakukan jika titik air terbatas, bahkan tidak ada.
“Kendala terberat lainnya adalah minimnya titik air.
Unit tangki kadang harus bolak-balik. Nah, saat bolak balik lahan yang semula bisa dikuasai, dapat membesar kembali. Untuk itu, petugas dan relawan berusaha menjaga, agar api tetap padam dengan cara manual. Disamping memadamkan titik api kecil, yang belum di semprot air,” terang Nursan.
Dari data Dinas Damkar, enam kecamatan: Samarinda Ulu, Sungai Pinang, Sambutan, Samarinda Utara, Sungai Kunjang, dan Palaran yang lahannya terbakar. Secara keseluruhan lahan terbakar sebanyak 11,7 hektare.
Dari belasan lahan terbakar tersebut, Kecamatan Sambutan adalah kawasan terbanyak dan terluas dalam musibah kebakaran lahan. Di kecamatan ini terjadi tiga kali kejadian periode 23 Januari hingga 24 Februari 2020. Dari 3 kejadian kebakaran lahan tersebut, 4,5 hektare lahan terbakar.
“Luasnya lahan dan titik api yang cukup jauh membuat armada fire truck tidak dapat menjangkau. Ada beberapa daerah yang sulit ditembus. Kita paksakan, risikonya di mobil tangki, bisa masuk bengkel,” kata Nursan, kemarin (25/2).
Karena unit mobil tangki tidak dapat mendekat ke titik api, pihaknya selalu membawa unit portable yang dapat diangkat dan mendekat ke titik api. Namun, tidak adanya sumber air di sekitar lokasi kejadian, juga menghambat pihaknya untuk dapat segera memadamkan api.
“Karena unit tangki tidak bisa mendekat, kita gunakan mesin portable. Tapi sekarang ini musim panas sehingga sulit mendapatkan sumber air, apalagi jika titik apa diperbukitan,” jelasnya.
Keterbatasan personel juga menjadi kendala.
Pasalnya ketika terjadi kebakaran lahan, tidak hanya satu posko terdekat saja yang melakukan penanganan, namun juga posko lainnya ikut membantu. Dengan demikian, tidak ada lagi personel di posko yang standby jika ada kejadian lainnya. Karena semua regu sudah dikerahkan ke lokasi kebakaran.
“Mau tidak mau staf yang berada di kantor juga kita kerahkan, karena memang anggota kami terbatas,” ungkapnya.
Prakirawan Badan Meteorologi Klamitologi dan Geofisika (BMKG) Samarinda, Sutrisno menjelaskan, saat ini tengah terjadi pergeseran musim. Di bulan Februari dalam perkiraannya hujan yang turun cenderung berkurang, peningkatan panas malah bakal terjadi di bulan ini hingga April kedepan.
“Memang mirip-mirip kemarau Februari ini nantinya Maret dan April mulai meningkat. Untuk pola di Samarinda memang Desember hingga Januari sama nanti di Mei dan Juni adalah puncak curah hujan yang tinggi,” ungkapnya.
Dirinya juga menyebut hujan dalam Februari ini adalah hujan yang hanya terjadi dengan intensitas lokal dan terjadi di daerah tertentu termasuk di Samarinda. Cuaca ekstrem diperkirakannya juga hanya angin yang berpengaruh pada ketinggian gelombang di sekitar Selat Makassar yang berdampak pada daerah pesisir pantai di Kaltim.
“Mungkin seperti daerah Mahulu seperti itu, kalau pun ada hujan hanya intensitas lokal, kemarau basah. Kalau cuaca ekstrem angin berpengaruh pada ketinggian gelombang nantinya di daerah pesisir bisa 1,5 hingga 2,5 meter tinggi gelombang,” pungkasnya. (kis/nha)