PELABUHAN. Wacana penghentian aktivitas pelayaran oleh pemilik kapal di Pelabuhan Samarinda yang terletak di Jalan Yos Sudarso, Samarinda Kota membuat para buruh Pelabuhan Samarinda meradang. Pasalnya, jika tidak ada aktivitas pelayaran maka 150 buruh terancam menganggur dan tidak memiliki penghasilan.
Mandeknya aktivitas pelayaran khususnya kapal yang mengangkut bahan logistik dan penumpang sangat berdampak bagi buruh angkut. Terlebih para buruh tergolong memiliki perekonomian menengah ke bawah dan tak punya penghasilan tetap.
Misran, salah satu buruh angkut Pelabuhan Samarinda menjelaskan, wacana pemilik kapal yang akan menghentikan pelayaran, membuat pria 38 tahun ini bingung bagaimana memenuhi kebutuhan keluarganya.
“Jika tidak bekerja, dapur saya bagaimana mau ngebul, kasihan keluarga saya kalau begini,” keluh Misran.
Penghasilan Misran selama 8 tahun menjadi buruh pelabuhan tidak menentu. Jika lagi banyak penumpang dan barang logistik yang datang, dirinya bisa mengumpulkan uang hingga Rp 150 Ribu sehari. Meski harus bekerja ekstra dengan beban berat di pundaknya, pria warga Jalan Otto Iskandardinata, Samarinda Ilir ini rela demi istri dan kedua buah hatinya.
“Penghasilan itu tidak tentu, kalau banyak penumpang dan barang tapi badan lagi lelah tidak bisa juga banyak pendapatannya. Tapi yang susah kalau tidak ada penumpang dan barang yang datang, meskipun kondisi badan prima sia sia juga,” ujar Misran.
Dirinya berharap agar pelabuhan masih dapat beraktivitas seperti biasanya. Paling tidak, ada aktivitas bongkar muat. Hanya tenaga sebagai buruh angkut saja yang selama ini memenuhi keperluan sehari-harinya.
“Harapannya saya bisa jalan seperti semula, kalau tidak kami yang terdampak paling besar,” ungkapnya.
Buruh lain yang merasakan hal sama adalah Riduan. Pria kelahiran Soppeng 11 September 1982 lalu ini mengeluhkan sepinya aktivitas pelabuhan akhir-akhir ini. Meskipun sadar jika terganggunya aktivitas pelabuhan akibat virus korona, dirinya meminta kebijakan pemerintah untuk meninjau ulang pembatasan angkutan pelabuhan.
“Pikirkan juga kami, bagaimana menafkahi anak dan istri nantinya. Harus ada solusi dulu sebelum mengambil kebijakan,” pinta Riduan.
Disamping meminta peninjauan kebijakan pembatasan pelabuhan yang dilakukan Pemerintah, Riduan juga memastikan jika buruh sudah dibekali dengan pengaman diri terhadap virus korona, seperti kewajiban menggunakan masker dan disemprot disinfektan saat memasuki kapal. Jadi, baginya tidak ada alasan adanya pembatasan aktivitas pelabuhan.
“Di pelabuhan ini sudah lengkap ada petugas kesehatannya. Kalau ragu awasi kami saat bekerja, sesuai standar tidak, ya kalau sesuai saja ngapain ada pembatasan,” tutupnya. (kis/beb)