Kawasan Samarinda Seberang tak sekadar menjadi kepingan sejarah asal muasal berdirinya Kota Samarinda. Kawasan Samarinda Seberang layaknya gadis cantik desa yang memiliki segudang potensi, namun tidak tergarap maksimal. Tak heran kalau kawasan Samarinda Seberang yang terdiri atas: Kecamatan Palaran, Kecamatan Loa Janan Ilir dan Kecamatan Samarinda Seberang sendiri kondisinya masih memprihatinkan.
Pembangunan Samarinda yang terpusat di kawasan kota, membuat Samarinda Seberang cenderung terbelakang dan terkesan terisolasi. Belum lagi moda transportasi dan infrastruktur yang belum memadai, membuat kawasan ini terkesan memang terpinggirkan. Diperlukan komitmen dan kepimimpinan yang kuat untuk membangun kawasan Samarinda Seberang sehingga setara dengan daerah-daerah lainnya di Samarinda.
Hal itulah yang menjadi tema diskusi virtual atau webinar bertemakan: Tantangan dan Peluang Pengembangan Pembangunan Kawasan Samarinda Seberang, Rabu (20/5) lalu. Diskusi ini melibatkan narasumber yang berkompeten di bidangnya masing-masing: Ketua Himpunan Pengusaha Mudai Indonesia (Hipmi) Samarinda Abdurrasyid Rahman; Dosen Ekonomi Pembanguan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mulawarman (Unmul) Hairil Anwar dan seorang politisi senior Kaltim yang juga salah satu tokoh di Samarinda Seberang, HM Darlis.
Diskusi online ini melibatkan hingga 50-an pariticipant (peserta). Berjalan hingga 2,5 jam sejak dimulai pukul 14.00. Di luar dugaan beberapa tokoh ikut menjadi participant. Di antaranya Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo; Anggota Komisi III DPRD Kaltim Anhar SK; mantan anggota DPRD Samarinda Hendra dan; Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapeksindo) Samarinda, Gulman.
Sejumlah hal dan fakta terungkap dalam diskusi ini. Fakta yang selama ini menjadi batu sandungan mengapa sampai sekarang kawasan Samarinda Seberang masih terbelakang. Darlis yang juga Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kaltim mengungkapkan beberapa gagasannya. Kata Darlis, sebenarnya kawasan Samarinda Seberang sejak dari dulu sudah dirancang untuk menjadi kota satelit Samarinda. “Sehingga kawasan ini bisa menopang laju pertumbuhan,” katanya.
Bentuk gagasan konkret yang harus didorong segera adalah memindahkan pusat pemerintahan provinsi (Pemprov) Kaltim ke kawasan Samarinda Seberang. Katanya, jika ini terealisasi, maka pembangunan lainnya akan mengikuti. Termasuk mendorong berdirinya sejumlah sentra binsis baru di kawasan ini.
Menurutnya, sektor lain perlu dikembangkan di kawasan ini adalah pariwisata. Samarinda Seberang dikenal memiliki destinasi yang ikonik. Seperti masjid bersejarah, Masjid Shirathal Mustaqiem dan rumah adat yang kini menjadi Museum Sarung Tenun.
Hal lainnya yang juga dia ungkap adalah membangun kompleks pergudangan yang lokasinya dekat dengan Terminal Peti Kemas (TPK) Palaran. “Karena selama ini kita punya pelabuhan dan pergudangan yang sangat berjauhan. Ini membuat ongkos angkut sangat tinggi,” urainya.
Darlis yang menghabiskan masa kecilnya di salah satu kawasan di Samarinda Seberang juga mengakui bahwa untuk mendukung gagasan itu diperlukan tata ruang dan kepastian hukum yang kuat. Menurutnya, hal ini akan menjadi landasan utama untuk dijadikan acuan dalam membangun Samarinda Seberang.
Karena itu, selain harus membangun dan meningkatkan sejumlah sarana dan prasarana di Samarinda Seberang, Darlis juga menyorot keberadaan aktivitas kegiatan ekstraktif pertambangan di kawasan ini. Kata dia, kegiatan ekstraktif di Samarinda Seberang harus dikendalikan. “Bukan dihilangkan. Tapi kegiatannya tetap harus berwawasan lingkungan,” ulas pria yang digadang-gadang bakal berpasangan dengan Barkati sebagai calon wakil wali kota Samarinda ini.
Kata dia, entah berdampak langsung atau tidak, saat ini sejumlah titik di kawasan Samarinda Seberang menjadi lokasi banjir yang baru. Menurut Darlis, frekuensi dan tingkat sebaran banjir di kawasan Samarinda Seberang harus menjadi isu utama yang harus diselesaikan.
Sementara itu, Hairil Anwar banyak menyinggung kelanjutan perjuangan kawasan Samarinda Seberang sebagai daerah otonomi baru (DOB). Kata dia, DOB menjadi salah satu solusi untuk mengejar ketertinggalan pembangunan. “Kalau membentuk kabupaten mungkin kendalanya banyak, karena menyangkut anggaran dari pusat. Tapi kalau membentuk pemerintahan kota, itu lebih realistis. Karena pemerintah kota, keuangannya lebih mandiri. Dia bisa mengandalkan pendapatan asli daerah dan sektor ekonomi lainnya,” terang Hairil.
Abdurrasyid justru menyinggung sisi sosial dan kultur yang selama ini terbangun di tengah-tengah masyarakat Samarinda Seberang yang tak lepas dari stigmatisasi. “Hal ini menjadi kendala mengapa pengusaha atau investasi sulit masuk ke Samarinda Seberang, selain faktor bisnis lainnya,” ungkapnya. (adv/nha)