Laporan Joko Iswanto Langsung dari Kalsel
Reporter Samarinda Pos Joko Iswanto ikut dalam rombongan relawan Samarinda yang berangkat ke Kalsel untuk menyalurkan bantuan sekaligus menolong korban banjir. Berikut liputannya.
Banjir di Kalsel membuat puluhan ribu warga harus meninggalkan rumah. Nyawa memang selamat, namun seluruh harta larut.
Banjir besar yang terjadi 14 Januari lalu, membuat rumah yang terbuat dari kayu maupun beton, tersapu banjir. Bahkan musala, jembatan hingga kendaraan pun ikut tersapu. Tak terbayang bagaimana kepanikan warga saat air itu tiba-tiba menerjang.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalsel mencatat, banjir kali ini berdampak pada kehidupan 70 ribu warga. Ketinggian air bervariasi. Hingga Kamis (21/1) kemarin, sudah 27.111 rumah terendam dan 112.709 warga mengungsi.
Banjir ini merenggut korban jiwa yang tidak sedikit. Di Kabupaten Tanah Laut 7 tewas; Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 3 tewas; Kota Banjar Baru 1 tewas; Kabupaten Tapin 1 tewas; Kabupaten Banjar 3 tewas.
Di Tapin 582 rumah terdampak dan 382 jiwa mengungsi; di Banjar 6.670 rumah terdampak dan 11.269 jiwa mengungsi; di Banjar Baru 2.156 terdampak dan 3.690 jiwa mengungsi; Kota Tanah Laut, 8.506 rumah terdampak dan 13.062 jiwa mengungsi.
Pemprov Kalsel telah menetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Banjir sejak 14 Januari 2021. BPBD sampai saat ini masih melakukan pendataan titik pengungsian bagi masyarakat terdampak.
Salah satu lokasi terdampak terparah adalah Hulu Sungai Tengah. Di kabupaten ini terdapat dua desa yang parah: Desa Baru Waki di Kecamatan Batu Benawa dan Desa Batu Tunggal, di Kecamatan Hantakan.
Warga di kedua desa ini merasakan kengerian saat air bercampur lumpur menerjang. Kejadian itu saat warga bersiap untuk beristirahat malam.
Harmansyah (23), warga Desa Baru menceritakan, sebelum banjir, hujan mengguyur begitu derasnya. Hujan dengan intensitas tinggi terjadi sejak pagi.
“Saat hujan angin bertiup kencang. Kondisi lingkungan juga sepi. Tiba-tiba terdengar bunyi benturan keras. Saat saya lihat, dua rumah tetangga perlahan ambruk terbawa arus dan mengenai rumah saya,” ungkap Harmansyah.
Dorongan air yang begitu kuat membuat beberapa rumah yang dilintasi banjir bergeser dari tempatnya secara perlahan hingga akhirnya ambruk.
Hermansyah yakin jika bencana banjir kali ini berbeda dari biasanya. Dia pun segara mengungsikan istri dan ketiga anaknya ke tempat lebih aman.
“Saya pikir, saya dan keluarga saja yang keluar rumah untuk menyemalatkan diri. Ternyata semua warga yang rumahnya diterjang air juga mengungsi,” kata Harmansyah.
Sebuah bukit yang ada di dekat permukiman dijadikan lokasi berlindung warga. Meski di tengah darasnya arus yang kian meninggi warga lebih memilih menyelamtakan nyawa tanpa memperdulikan harta benda.
“Enam rumah, satu musala dan jembatan ambruk. Saat kejadian, saya sekeluarga menyelamatkan diri bersama warga lainnya dengan berlari ke atas bukit. Tidak memikirkan lagi tentang harta benda. Yang penting selamat karena banjir begitu deras dan terus meninggi,” ucapnya.
Di Desa Batu Tunggal, kepanikan tak kalah dahsyat. 23 rumah rata dengan tanah. Ulfa (48), salah seorang warga, terpaksa mendirikan tenda darurat yan dihuni suami dan dua orang anaknya di lokasi di mana awal berdiri rumah mereka.
“Mau mengungsi tempat keluarga terlalu jauh. Setelah berunding dengan suami, kami lebih memilih tinggal di tanah saya ini meski dalam kondisi seadanya,” kata Ulfa.
Ulfa menyebutkan, banjir kali ini paling parah. Meski permukimannya kerap dilanda banjir, namun tingginya tak lebih dari mata kaki. Itupun tak berlangsung lama. Saat ini, menurut Ulfa, para korban banjir butuh sembako, obat-obatan dan kebutuhan khusus balita dan lansia
“Untuk baju layak pakai sudah cukup. Selanjutnya kami memohon bantuan atau solusi setelah rumah kami ambruk,” kata Safnah. (kis/nha)