Tidak terlintas dalam Rudiyanto untuk mengambil pojok baca sebagai bahan skripsi. Namun, keharusannya mengambil pelatihan kerja lapangan mempertemukan Rudiyanto dan MI DDI. Selama di MI DDI, Rudiyanto tertarik untuk mengulas pojok baca di tempat kerja lapangnya.
Rudiyanto percaya bahwa mutu sekolah harus dikembangkan, maka harus didukung. Salah satu bentuk dukungannya adalah dengan prasarana dan sarana. Untuk itu, Rudiyanto dalam skripsinya mengulas pojok baca di MI DDI. Skripsi ini dibimbing oleh Rumainur, M.Pd.I dosen Pendidikan Agama Islam dan Dr. Zamroni, M.Pd, Wakil Dekan FTIK, UINSI Samarinda. Proses skripsi dikerjakan sejak awal 2020.
Pojok baca bermula dari rapat triwulan madrasah. Para guru memaparkan orang tua mengeluh tentang anak yang enggan membaca. Anak lebih suka bermain gawai pintar. Lalu, para guru yang telah mengikuti pelatihan Tanoto Foundation dan guru yang lainnya mendiskusikan untuk membuat pojok baca.
Desain pojok baca ini menarik perhatian Rudiyanto. Karena pojok baca tidak hanya ada di luar kelas. Pojok baca juga ada di setiap sudut kelas. Pihak sekolah pun mensosialisasikan dengan orangtua. Dalam pembangunannya, pendanaan didukung penuh oleh komite sekolah. Madrasah tidak membatasi jika ada orangtua yang turut memberi sumbangsih.
Dalam skripsinya, Rudiyanto menilai pilihan buku yang ada di pojok baca cukup. Sehingga madrasah memutuskan untuk tiap semester buku akan ditukar antar kelas. Sehingga, setiap siswa dapat membaca buku yang lebih beragam dan dapat membaca buku yang berbeda setiap semesternya.
Dalam wawancara penelitian kualitatif ini, Kepala MI DDI, Hamsinah, S. Ag memaparkan banyak lukisan dan gambar diletakkan berdekatan dengan pojok baca. Ini bukan hiasan belaka, melainkan menarik minat baca anak untuk melakukan aktivitas di pojok baca. Sehingga anak merasa nyaman dan mengunjungi pojok baca terus menerus.
Peraturan membaca senyap 15 menit juga melahirkan inovasi siswa. Guru membuat permainan siapa yang tercepat sampai pojok baca boleh memilih buku pilihannya. Guru juga membuat permainan siapa yang bisa menjawab pertanyaan dapat memilih dan meminjam buku yang disukainya.
Dalam skripsi itu, beberapa rekomendasi untuk pojok baca MI DDI. Rudiyanto menyarankan ragam pilihan membaca juga diperluas hingga bacaan untuk orang tua. Karena, terkadang orang tua membaca ketika menunggu anaknya. Dengan meningkatnya minat baca orang tua, maka dukungan minat baca anak tidak diragukan. Alternatif solusi memperkaya buku adalah dengan program alumni satu buku. Bagi siswa yang lulus, dapat menyumbang satu buku ke sekolah.
Rudiyanto meyakini dengan adanya pengawasan berkala juga memaksimalkan fungsi pojok baca. Tim guru madrasah telah melakukan supervisi aktivitas di pojok baca. Keterlibatan guru dalam kegiatan pojok baca ini memastikan anak untuk 15 menit membaca. Sehingga, tidak hanya minat baca, namun kebiasaan ini dapat membentuk anak yang menyukai membaca. Sehingga kebiasaan ini tidak berubah walaupun tidak di lingkungan madrasah. Pola ini dapat dibawa di rumah walaupun tidak dapat pergi ke madrasah karena pembatasan sosial selama Covid-19. (*/nha)