SAMARINDA KOTA. Raihan 1 perak dan 1 perunggu di PON XX/2021 Papua, dianggap sebagai sebuah peningkatan prestasi yang ditorehkan kriket Kaltim. Mengikuti 3 nomor tanding, hasil ini jauh lebih baik dibanding edisi sebelumnya di Jawa Barat (Jabar) dengan hanya 1 perunggu.
“Hasil ini patut kami syukuri, 1 perak dari nomor T20 dan perunggu di supereight. Lebih baik dari PON Jabar, dmana kami hanya dapat 1 perunggu di nomor T20,” ucap Sekretaris Umum (Sekum) Persatuan Cricket Indonesia (PCI) Kaltim, Budhi Iriawan, saat ditemui di Sekretariat KONI Kaltim, Selasa (19/10) lalu.
Lebih jauh Budhi mengatakan, saat ini PCI Kaltim tengah memperjuangkan adanya batasan umur di PON 2024 mendatang. Di mana hal ini sudah dilakukan 2016 lalu di Jabar, tapi di PON XX justru tak ada batasan umur.
Bukan tanpa alasan, usulan ini menilik dari prestasi yang ditorehkan Kaltim dalam setiap kejuaraan, di mana tim junior selalu mampu meraih medali. Bahkan di Kejurnas Kriket 2018, Kaltim berhasil mengawinkan medali di nomor putra dan putri.
Senada dengan Budhi, pelatih kriket Kaltim Bernard Elli menilai, Kaltim memiliki pembinaan atlet yang bagus jika batasan umur diberlakukan. Hanya menurunkan tim putri di Papua, jika syarat batasan umur diberlakukan, kekuatan potensial justru ada tim putra.
“Kalau diberlakukan untuk PON di Sumatera Utara dan Aceh nanti, potensi kita justru ada di tim putra. Saat ini mereka lebih baik dibanding daerah lain,” jelas pelatih yang akrab disapa Bena tersebut.
Selain itu, dengan komposisi atlet yang diturunkan di PON Papua, 50 persen pemain saat ini masih bisa diikutkan. Bena juga meyakinkan proses pembinaan dan regenerasi di Kaltim untuk cabor kriket sudah berjalan cukup bagus.
Disinggung kekalahan dari Bali di final T20 lalu, Bena menyebut tim lawan diuntungkan dengan masa recovery yang lebih panjang. Sementara Kaltim, usai laga di semifinal, esok harinya langsung harus memainkan pertandingan final.
“Tapi ini bukan alasan, karena atlet harusnya sudah sangat siap. Justru saya melihat ini adalah masalah mental dan jam terbang yang minim,” jelas Bena.
Diakui Bena, selama ini pemainnya hanya berlatih saja, tanpa ada lawan uji tanding atau simulasi. Meski secara teknik sudah baik, namun minimnya jam terbang ini membuat anak asuhnya agak kesulitan saat menghadapi pressure dari lawan.
“Berbeda dengan Bali dan DKI, mereka ada liga sendiri, jadi sudah terbiasa,” tuturnya membandingkan.
Ke depan Bena berharap jam terbang ini bisa terus ditambah. Selain harapan agar Kaltim memliki tempat atau lapangan yang representatif untuk latihan. (rz/upi)