Postingan Badan Eksekutif Mahasiswa – Keluarga Mahasiswa Universitas Mulawarman (BEM-KM Unmul) di akun Instagram yang meyebut Patung Istana kepada sosok Wakil Presiden (Wapres) RI, Ma’ruf Amin berbuntut pada pemanggilan polisi.
Surat pemanggilan yang diterbitkan Satreskrim Polresta Samarinda pada 8 November 2021 itu, meminta kehadiran Presiden BEM-KM Unmul untuk datang ke Unit Ekonomi Khusus (Eksus) guna diambil keterangannya oleh penyidik, hari ini (10/11).
Kabar itupun dibenarkan Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Arif Budiman, melalui Kasat Reskrim, Kompol Andika Darma Sena. Kompol Andika mengakui surat pemanggilan telah diterima pihak BEM-KM Unmul. “Pemanggilan untuk klarifikasi terkait postingan itu saja,” tegas Sena.
Pemanggilan itu sendiri didasarkan dari pantauan kepolisian terkait dengan postingan BEM-KM Unmul bertulis: “Kaltim Berduka – Patung Istana Merdeka Datang ke Samarinda.” Postingan tersebut telah tersebar luas di media sosial.
“Karena sudah tersebar, kami panggil untuk menanyakan maksud dari postingan itu,” katanya. Ya, tekanan terus didapat BEM-KM akibat pemilihan kata yang dinilai merendahkan pribadi Ma’ruf Amin sebagai ulama. Pemanggilan ini dibenarkan Presiden BEM-KM Unmul Muhammad Abdul Rachim, saat dihubungi melalui telepon, tadi malam (9/11). Dikatakan Rachim, surat pemanggilan itu diterimanya Senin (8/11) siang kemarin.
“Iya benar, kami terima suratnya Senin dan diminta hadir besok (hari ini), pukul 10.00,” jawab Rachim.
Ditegaskan Rachim, sebagai warga negara, ia siap memenuhi panggilan tersebut. Namun karena bersifat mendadak, ia mengatakan tidak bisa memenuhi panggilan pada hari ini.
“Intinya kami menghormati, tapi karena dadakan, sementara kami sudah memiliki agenda yang sudah dijadwalkan jauh-jauh hari. Jadi kami minta bisa dimundurkan waktunya,” ujarnya. Disinggung terkait press rilis oleh pihak rektorat, yang berencana memberikan tindakan atas postingan tersebut, Rachim menyebut belum ada pemanggilan langsung kepada dirinya. Pun adanya instruksi untuk menghapus postingan yang diunggah pada Selasa (2/11) lalu itu, BEM-KM belum ada rencana untuk melakukannya.
“Kami tak berencana menghapusnya. Karena ini murni bentuk kritikan kami atas kinerja Wapres. Tidak ada maksud menghina atau merendahkan pribadi beliau,” tegas Rachim. Meski belum ada ajakan diskusi dari pihak kampus, Rachim mengatakan ada komunikasi dengan beberapa dosen, terutama di Fakultas Hukum (FH) Unmul. Termasuk dengan aliansi 16 dosen yang memberikan dukungan langsung kepada BEM-KM Unmul. Para dosen ini ikut menyayangkan sikap rektorat yang dianggap sebagai tindakan pembungkaman tersebut.
“Saya juga sudah melakukan konsultasi dengan para dosen, terutama dosen FH, Herdiansyah “Castro” Hamzah. Di mana nanti diupayakan ada tim advokat yang akan mendampingi, untuk mengawal proses bisa berjalan sebagaimana mestinya,” tuturnya lagi.
Rachim menambahkan, saat ini ada upaya untuk membangun solidaritas dari berbagai elemen lain. Dukungan datang dari berbagai pihak, seperti dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda dan juga dosen FH Unmul.
“Sudah ada sekitar 20 elemen yang tergabung dalam gerakan solidaritas ini,” ucap Rachim.
Sementara saat coba dikonfirmasi ke Rektor Unmul, pesan yang dikirimkan media ini untuk bisa berkomunikas tidak mendapat balasan. Pun upaya meminta tanggapan dari Castro, dengan mencoba menghubungi beberapa kali juga tidak tersambung. (rz/oke/nha)