SAMARINDA KOTA. Rancangan Undang-undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) telah disahkan pada bulan lalu. Sekalipun dalam perjalananannya masih menuai pro kontra, namun sebagai negara hukum, masyarakat harus patuh terhadap keputusan yang telah disepakati oleh Pemerintah Pusat.
Agar tidak jadi penonton, sudah seharusnya daerah di sekitar IKN atau biasa disebut kota penyangga wajib berbenah. Khususnya Kota Samarinda yang disebut sebagai jantung. Sebagai informasi pembangunan inti pusat pemerintahan IKN akan dibangun di atas lahan seluas 6.595 hektare.
Tepatnya berada di Kabupaten Paser Utara yaitu Kecamatan Sepaku. Jaraknya tidak begitu jauh dari Kota Samarinda, sekalipun harus melintasi Kabupaten Kutai Kartanegara.
Artinya banyak pembangunan yang harus dikejar oleh pemerintah daerah, dalam menyongsong IKN. Bukan hanya dari aspek infrastuktur, namun juga harus menyentuh dari aspek sosial yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat.
Seperti yang disampaikan oleh guru besar Sosiolog Prof Dr der Soz (der Sozialwissenschaften), Drs. Gumilar Rusliwa Somantri. Mantan Rektor Universitas Indonesia (UI) ini menyampaikan kota penyangga IKN, harus siap dengan ledakan imigran dari luar daerah.
Sementara konsep pembangunan IKN dirancang mengguncakan aspek, kota ramah lingkungan, smart city dan humanis. “Yang harus diwaspadai adalah ketimpangan sosial,” jelasnya.
Gumilar memang tak ingin menyebut hal ini sebagai kerawanan yang patut diwaspadai. Melainkan dampak jangka panjang yang patut dipersiapkan oleh pemerintah daerah. Sebab jika daerah tidak siap, bukan tidak mungkin akan muncul kawasan kumuh seperti yang terjadi di Jakarta. “Jangan sampai ada masyarakat yang terekslusi (terpinggirkan) yang menimbulkan kawasan kumuh dan miskin,” sebutnya.
Selanjutnya, persoalan pendidikan yang harus dibangun agar bisa setara dengan dunia pendidikan seperti di Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Ia pun berharap banyak perguruan tinggi yang muncul dari pihak swasta dan bisa berubah status menjadi negeri yang lebih terjangkau.
“Jika perlu datangkan dosen-dosen terbaik seperti dari UGM dan UI,” sebutnya. Hal ini patut menjadi pembahasan yang seriua dari antropolog maupun sosiolog dari perguruang tinggi di Kaltim. Sehingga bisa berkolaborasi dengan pemerintah daerah sebelum IKN berdiri.
Terakhir persoalan masyarakat adat yang seharusnya bisa diuntungkan dengan pemindahan pusat pemerintahan. Sekalipun pembangunan IKN berada di lahan negara, namun kawasan masyarakat adat juga harus dibangun. “Kampung-kampung mereka dibenahi, jadi orang-orang dari IKN kalau mau berbelanja ke kampung mereka saja,” pungkasnya. (hun/beb)