SAMARINDA KOTA. Sejak Senin (7/11), Dinas Perhubungan Kota Samarinda resmi menerapkan Permenhub Nomor 19/2020 tentang Penyelenggaraan Tiket Angkutan Penyeberangan Elektronik, serta Surat Edaran Dirjen Hubla No S.E/OJPL/2020 tentang Penerapan E-Ticketing Kapal Penumpang di Pelabuhan. Atas instruksi tersebut, membuat enam unit kapal wisata tak bisa lagi bersandar di Dermaga Mahakam Ilir.
Sesuai dengan instruksi pusat, para pengusaha kapal wisata diarahkan untuk menerapkan sistem pendaftaran online bagi calon penumpangnya, dengan memanfaatkan aplikasi Easybook. Fungsinya untuk pemesanan tiket secara online atau e-ticketing dan manifest online. Perubahan aturan ini tentunya telah disampaikan oleh pengawas Dermaga Mahakam Ilir, kepada para pemilik usaha kapal wisata.
Kepala Dishub Samarinda Hotmarulitua Manalu menegaskan, sebelum menyetujui penggunaan aplikasi teranyar ini, maka seluruh kapal wisata tidak diperkenankan bersandar di Dermaga Mahakam Ilir. Hal ini dipastikan telah disosialisasikan kepada seluruh pemilik usaha yang memiliki kapal, sejak Jumat (4/11) lalu. Sehingga ia meyakini seluruh pemilik kepentingan, tentu telah mengetahui konsekuensi jika aturan ini tidak diindahkan.
Namun sebelumnya diberitakan bahwa penerapan e-ticketing dan manifest online ini terasa memberatkan pengusaha kapal yang tergabung dalam Perkumpulan Kapal Wisata Mahakam (PKWM). Sebab pihaknya diminta untuk menambah biaya Rp 2 ribu untuk satu penumpang, ditambah lagi dengan manifest online Rp 5 ribu.
Padahal bagi Manalu, dengan penggunaan aplikasi easybook ini, justru memudahkan pendaftaran calon penumpang dalam memesan tiket serta pembayarannya. Hanya saja ada kesan bahwa pengusaha ingin mengelola uang itu sendiri dari penumpang kapal wisata.“Biayanya dianggap mahal, padahal dana yang dibayarkan melalui akan langsung cair pada hari yang sama,” ujarnya.
Selain itu ia menganggap pengaplikasian aturan ini seharusnya dipertimbangkan dari segi jaminan keselamatan penumpang. Meski di satu sisi, hal ini juga menjadi upaya Dishub Samarinda dalam meraup Pendapatan Asli Daerah (PAD).“Hanya saja teman-teman (pengusaha) ini ketakukan kalau pendapatannya tidak ada. Padahal ini demi keselamatan penumpang,” pungkas Manalu. (hun/nha)