SELAIN mengenal pahlawan revolusi dan pejuang kemerdekaan, sosok pahlawan juga dinobatkan terhadap para guru yang jasanya tak lekang oleh zaman. Sehingga sudah sewajarnya mereka mendapatkan penghargaan, berkat jasanya yang melahirkan para pemimpin-pemimpin bangsa yang hebat. Tak heran, setiap tanggal 25 November telah ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional, yang diperingati selama 77 tahun ini.
Beda generasi tentu berbeda pula tantangan yang dihadapi para guru di sekolah. Karena seorang guru memiliki tuntutan untuk memberikan ilmu, sesuai dengan perkembangan zaman derasnya pengaruh digitalisasi. Termasuk persoalan kesejahteraan guru di negeri ini, seakan masih terpinggirkan di antara kepentingan lainnya. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi guru saat ini, seperti yang diungkapkan Ketua Forum Peduli Guru Samarinda Agus Muhammad Iqro.
Baginya momentum peringatan HGN tak seharusnya hanya berlalu sebagai perayaan setahun sekali, tanpa ada pemaknaan yang mendalam terhadap nasib guru. “Ada 1,6 juta guru di Indonesia belum mendapatkan sertifikasi. Itu yang menjadi harapan kami agar guru-guru ini seharusnya sudah bisa mendapat tunjangan dari profesi guru,” ungkapnya. Belum lagi persoalan insentif guru yang menjadi persoalan di Kota Samarinda yang sempat memanas di Kota Samarinda. Namun saat ini perlahan terselesaikan, dengan catatan beberapa guru dibayarkan secara bertahap.
Di momentuk HGN ini, Iqro pun mendorong pemerintah agar bisa meningkatkan kesejahteraan seluruh guru di Kota Samarinda ini, dengan insetif yang kini disebut Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). “Nilai Rp 700 ribu ini sudah lama bertahan bahkan sejak 2000an awal, kami berharap tahun depan ada kenaikan di tengah perjuangan guru yang saat ini harus menghadapi kenaikan harga-harga barang,” paparnya. Sedangkan tahun depan APBD Murni Kota Samarinda sudah menyentuh Rp 3,9 triliun. Tentu menjadi harapan kalangan guru agar ke depannya kesejahteraan mereka juga tak lagi dipandang sebelah mata.
Harapan tak jauh berbeda diungkapkan oleh perwakilan guru Dyah Ayu Wijaya. Ia melihat kompetensi guru perlu ditingkatkan, agar bisa mendidik secara tepat sesuai dengan perkembangan zaman. “Kalau secara substantif guru tua atau muda itu sama, peningkatan kualitas persuasif guru juga bisa dikembangkan dengan fasilitas pelatihan yang ada, namun yang diharapkan bagaimana cara guru merespon dan tanggap dengan perkembangan zaman sehingga menciptakan metode pembelajaran yang menyenangkan,” tuturnya.
Sehingga ke kuncinya adalah setiap guru juga perlu meng di upgrade diri menyesuaikan situasi saat ini. Agar aktivitas pembelajaran tak sekadar menjadi rutinitas dan ketinggalan zaman. “Tugas guru bukan hanya mengajar di kelas tapi mendidik, baik secara formal maupun memberikan pemahaman bahwa siswa harus mulai mengenal potensinya,” pungkas Dyah. (hun/nha)