SAMARINDA KOTA. Pertarungaan calon senator Kaltim pada Pemilu serentak 2024 mendatang dipastikan berlangsung sengit. Sejumlah nama besar akan bertarung memperebutkan empat kursi yang tersedia. Dari data yang dimiliki KPU Kaltim, hingga batas akhir pendaftaran pada 29 Desember 2022 lalu, setidaknya terdapat 24 bakal calon (balon) yang telah mendaftarkan diri dan berhasil lolos untuk pengecekan berkas administrasi.
Ketua KPU Kaltim Rudiansyah mengatakan, pihaknya telah menyelesaikan tahapan penyerahan dukungan minimal bakal calon DPD RI untuk daerah pemilihan (dapil) provinsi Kaltim.
Dari 26 orang yang memiliki akun silon, 24 di antaranya yang diterima sesuai dengan masa tahapan jadwal Pemilu. “Maka 24 orang ini akan mengikuti tahapan verifikasi adminisrasi,” kata Rudi, Senin (2/12) kemarin.
Namun dari pantauan media ini terhadap ke 24 orang yang mendaftar, hampir 40 persen merupakan orang “lama” di politik Kaltim yang kembali berkontestasi. Mulai mantan anggota DPR RI, anggota DPRD Kaltim yang masih menjabat hingga mantan anggota DPRD kabupaten/kota.
Tentu saja juga diramaikan calon petahana. Adapun 24 bakal calon tersebut di antaranya, Nanang Sulaiman (petahana) dengan 2.145 dukungan yang tersebar di 10 kabupaten/kota. Ada juga nama mantan Anggota DPR RI asal Kaltim Emir Moeis dengan 2.785 dukungan dari 8 kabupaten/kota. Selanjutnya Marthinus, anggota DPRD Kaltim dengan 3.003 dukungan dari 8 kabupaten/kota. Calon petahana lainnya adalah Zainal Arifin dengan 2.091 dukungan dari 10 kabupaten/kota. Anggota DPRD Kaltim Abdul Jawad Sirajuddin dengan 2.313 dukungan dari 6 kabupaten/kota. Petahana lainnya Aji Mirni Mawarni dengan 2.026 dukungan dari 9 kabupaten/kota.
Nama-nama tenar lainya yang dipastikan ikut bertarung adalah mantan Wali Kota Bontang Andi Sofyan Hasdam dan mantan Wakil Ketua DPRD Samarinda Jafar Abdul Gaffar. Lalu ada Doddy Rondonuwu, Muhammad Fathur Rahman Al Kutai. Salah satu bakal calon yang mendaftar, Sumadi, yang juga mantan aktivis 98, menyatakan keputusan untuk ikut bertarung merupakan amanah dan dorongan dari berbagai pihak. “Di tengah gempuran liberalisasi politik, saya beranikan masuk di tengah pusarannya.
Saya tahu tak mudah dan perjalanan masih teramat pagi, tapi saya percaya.perkawananlah yang bisa buat saya sampai di tahap ini. Di tengah badai pesimis, politik berbiaya mahal tidak ada pilihan kecuali bergandengan tangan erat bersama seluruh kekuatan,” tuturnya. Berikutnya, ada juga mantan Wali Kota Bontang dua priode Andi Sofyan Hasdam. Menurutnya keberhasilannya nanti merupakan upaya kerja keras tim yang bekerja siang malam, sehingga bisa mengejar proses input data.
“Bahkan ini melampaui target yang ditentukan. Data keseluruhan ada 5 ribu dukungan, tapi yang kami serahkan hanya 4.300. Tapi itu sudah lebih dari cukup,” bebernya. Adapun petahan yang mendaftar, Zainal Arifin yang menyerahkan dukungan pada 27 Desember lalu menuturkan masih berniat mengawal kepentingan Kaltim lewat fungsi senator. Satu periode di DPD, kata dia, membawa perubahan signifikan dalam dukungan. Ketika mencalonkan diri pada 2019-2024, dukungan yang berhasil dikantonginya berasal dari 7 kabupaten/kota.
“Dulu minus Bontang, PPU dan Paser. Tapi kali ini dukungan merata di 10 kabupaten/kota se-Kaltim,” bebernya.
Menanggapi fenomena banyaknya tokoh dan beberapa anggota dewan yang mendaftar sebagai anggota DPD RI, pengamat politik dari Universitas Mulawarman, Budiman mengatakan bahwa DPD RI menjadi cantik untuk dilirik karena berbagai alasan. Di antaranya, karena dari segi mahar dan biaya kampanye sangat minim bila dibandingkan partai. ” Pembiayaan di partai ini besar, bahkan peluang menangnya juga kecil sekarang. Jadi harus modalnya banyak,” ucapnya kepada Sapos.
Sehingga para calon anggota DPD RI yang mendaftar ini sadar akan kontestasi pemilu 2024 mendatang. Bahkan banyak orang di DPD RI yang kurang dikenal masyarakat. Sebab biasa money politik justru banyak dilakukan di DPR. “Kalau lewat jalur partai, uang harus banyak. Belum lagi juga masalah di internal partai. Apalagi ada wacana baru ini, berdasarkan nomor urut otomatis semakin sulit lagi nanti menjadi anggota DPR,” tegasnya. Kalaupun ada bakal calon yang mendaftar pernah punya rekam jejak dalam catatan kriminal bisa saja mereka tidak merasa bersalah. Meskipun sudah dihukum jelas bersalah.
Hal inipun kembali ke masyarakat artinya punya modal sosial yang besar. Apalagi dia adalah mantan anggota DPR atau kepala daerah. Jelas memiliki massa yang tinggal di tambah dalam kontestasi DPD RI nanti. “Sehingga tergantung juga dari calon itu memperlihatkan kepada masyarakat pantas atau tidak dirinya mewakili masyarakat. Mereka pun jadi lebih independen tanpa dipengaruhi kepentingan partai,” pungkasnya. (mrf/nha)