PENGUNAAN alat atau metode kontrasepsi bagi pasangan yang sudah menikah dan ingin menunda kehamilan, umumnya di masyarakat hanya berlaku pada perempuan. Terlepas dari pro kontra program penundaan kehamilan, nyatanya di Indonesia sudah lama digalakkan program pengendalian penduduk atau biasa disebut Program Keluarga Berencana (KB). Di dalam program KB ini, ada banyak cara yang bisa diikuti oleh pasangan suami istri yang sudah merasa cukup memiliki momongan.
Tentunya atas persetujuan bersama dari kedua belah pihak, beberapa tindakan bisa diambil untuk menunda kehamilan untuk jangka waktu tertentu. Selama ini kebanyakan dari masyarakat biasanya hanya mengenal alat kontrasepsi atau sterilisasi pada perempuan. Padahal ada banyak metode yang juga berlaku untuk para pria, salah satunya vasektomi. Mengutip dari detik health, vasektomi merupakan metode kontrasepsi jangka panjang berupa vasektomi atau operasi pemotongan vas deferens yakni saluran berbentuk lubang tabung kecil dalam skrotum yang membawa sperma dari testis menuju penis.
ehingga akses sperma menuju air mani jadi tertutup sehingga mencegah pembuahan. Namun yang perlu diketahui metode vasektomi bukanlah proses kebiri, sehingga pria masih bisa merasakan ereksi dan tak mempengaruhi kejantanan pria. Pesatnya pertumbuhan masyarakat di Indonesia membuat program KB menjadi penting untuk digalakkan. Namun tak harus melulu dari pihak perempuan yang menjalankan metode sterilisasi. Hal inilah yang menjadi perhatian salah seorang jurnalis perempuan Kota Tepian, Disya.
Ia melihat antara perempuan dan laki-laki perlu melakukan kompromi untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Sehingga ia pun berpandangan bahwa seorang suami juga perlu melakukan sedikit pengorbanan, salah satunya dengan vasektomi. “Pria juga bisa berperan dalam program kehamilan, karena perempuan sudah mengandung selama sembilan bulan, belum lagi dengan efek samping pasca melahirkan,” tuturnya. Sedangkan efek samping dari beberapa program KB pada tubuh perempuan juga sangat besar, hal ini yang ia anggap perlu mendapat perhatian dari pasangan.
Dengan metode vasektomi, menurutnya bisa menjadi opsi bagi rumah tangga agar tetap harmonis, dengan membagi tanggung jawab baik dari pihak perempuan maupun lelaki. “Pasca melahirkan kebanyakan tubuh perempuan akan melar, sedangkan untuk KB efek sampingnya yang saya lihat juga menyebabkan badan membengkak dan berbagai efek samping pada hormon perempuan. Dari sini saya melihat, kenapa harus perempuan yang harus berkorban untuk mencegah, perlu ada sosialisasi yang gambling akan vasektomi, sebagai bentuk cinta terhadap istri,” terang Disya yang sebelumnya mengangkat persoalan ini dalam penelitiannya saat menempuh sarjana di Kota Malang.
Ia memastikan program ini sudah legal di Indonesia, namun memang tidak terlalu familiar di masyarakat awam.
Kepedulian akan pentingnya sosialisasi vasektomi juga disuarakan jurnalis perempuan lainnya, yaitu Yasmin Medina Anggia Putri. Dirinya juga belum lama ini ada melakukan penelitian dalam bentuk karya tulis yang juga bersinggungan dengan persoalan alat kontrasepsi. Ia pun melihat dari pengalaman keluarga terdekatnya, yang tak lain adalahnya orangtuanya. “Pengalaman mama yang terakhir melahirkan di usia 40, sampai akhirnya menjalani tubektomi.
Padahal sebelumnya mama sudah pernah disesar dua kali,” ujarnya. Ia pun melihat sebenarnya persoalan sterilisasi ini juga bisa dilakukan oleh pihak lelaki. Sehingga di dalam rumah tangga ada pembagian beban, yang tak melulu dirasakan oleh pihak perempuan. “Harapannya dari pihak lelaki agar lebih aware (sadar) dan bisa kompromi dengan pasangannya mengenai sterilisasi ini,“ pungkasnya. (hun/nha)