BUKIT PINANG. Kisah pertemanan dan permusuhan antara Mustabi dan Hasanah adalah contoh kerasnya kehidupan pemulung. Ya, Mustabi yang berusia 26 tahun tega membunuh rekannya sesama pemulung, Hasanah yang sudah berusia 52 tahun. Apa yang dilakukan Mustabi terbilang sadis. Di usianya yang relatif muda, Mustabi sudah menjadi pembunuh dengan alasan yang sangat sepele. Mustabi marah lantaran dianggap tidak mampu menyelesaikan urusan rumah tangganya.
Pembunuhan yang dilakukan Mustabi terjadi di area Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Jalan Pangeran Suryanata, Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu, Kamis (29/12) sekitar pukul 03.00 Wita. Awalnya Mustabi mengaku jika tidak ada masalah dengan Hasanah. Tetapi ucapan Hasanah yang mengatakan “jika aku jadi laki-laki, kuceraikan istrimu” membuat amarahnya memuncak. Pikiran yang sudah kacau ditambah perkataan Hasanah yang dianggap menyinggung harga dirinya, membuat Mustabi tak dapat bepikir jernih. Hasanah pun jadi korban.
Hasanah tewas dengan tujuh luka tikaman di tubuhnya. Jasadnya ditemukan 100 meter dari lokasi biasa dirinya memulung barang bekas. Agar perbuatannya tidak diketahui, Mustabi menyumpal mulut dan menutup jasad Hasanah dengan kasur bekas. Mustabi juga menjarah ponsel dan uang milik Hasanah. Usai melancarkan aksinya, Mustabi kabur ke Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) menggunakan pesawat terbang hasil menjual ponsel curiannya.
Selang 14 hari, Mustabi berhasil dibekuk tim gabungan Polda Kaltim, Polresta Samarinda dan unit reserse kriminal Polsek Samarinda Ulu di Kota Kendari, Sultra, pada Kamis (12/1) tanpa perlawanan. Saat ini Mustabi mendekam di sel tahanan Mapolresta Samarinda Mustabi dan bakal mendekam di penjara seumur hidup lantaran melanggar Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana subsidair pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan subsidair pasal 365 KUHP tentang Pencurian disertai Kekerasan.
Psikolog Universitas Negeri Mulawarman (Unmul) Ayunda Rahmadani menilai, ada beberapa faktor yang menyebabkan Mustabi nekat membunuh Hasanah. Faktor yang paling dominan dalam kasus ini adalah tingkat kecerdasan intelektual dan emosional yang kurang memadai. Sehingga dia dianggap kurang mampu menimbang konsekuensi atas perilaku pembunuhan yang Mustabi lakukan. Mustabi kurang mampu mengendalikan emosinya ketika berhadapan dengan situasi yang membuatnya tidak nyaman, bahkan cenderung membuatnya marah, sehingga responnya menjadi impulsif bahkan agresif.
“Kecerdasan intelektual dikaitkan dengan kecerdasan emosional. Jika seseorang memiliki kecerdasan intelektual yang baik maka akan mampu mempertimbangkan konsekuensi atas perbuatannya dan tidak bertindak impulsif (bertindak mengikuti dorongan) termasuk melakukan pembunuhan,” kata Ayunda, Minggu (15/1). Selain kedua faktor utama tersebut, secara umum perlu pula dicek dugaan penyalahgunaan zat adiktif seperti narkoba yang mungkin dialami. Sebab, meningkatnya jumlah pecandu narkoba membuat banyak yang tidak mampu mengendalikan emosi.
Mereka menjadi impulsif sehingga akan bereaksi negatif jika ada hal yang tidak menyenangkan. Selain itu, kata Ayunda, faktor keempat yaitu ekonomis atau kemiskinan. Perlu pula digali. Faktor terakhir yang membuat orang nekat membunuh menurut dosen Universitas Unmul ini adalah gangguan jiwa. “Para penderita depresi, paranoid dan skizofrenia lebih berpeluang untuk melakukan pembunuhan. Tapi ini perlu pendampingan khusus,” pungkas wanita yang juga Koordinator Psikolog Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kota Samarinda. (kis/nha)