SAMARINDA KOTA. Setiap perubahan aturan dari pusat yang diturunkan ke daerah, kian membuat masyarakat memicik kepala. Selain tak banyak mendapat informasi, nyatanya ada beberapa aturan yang kian menambah beban bagi pemerintah daerah maupun masyarakat. Seperti pergantian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, terdapat perubahan substansi fundamental dalam proses penyelenggaraan perizinan bangunan gedung.
Hal ini diatur secara khusus dalam UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, sehingga untuk mengurus PBG, Direktorat Bina Penataan Bangunan Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG). Sehingga sistem pendaftarannya harus dilakukan secara online melalui situs resmi https://simbg.pu.go.id/. Namun jika membutuhkan tambahan informasi, masyarakat diminta menghubungi Nomor Layanan SIMBG (0813-8917-0744) akan dialihkan ke Nomor Whatsapp Center Kementerian PUPR (0815-1000-0158).
Bagi para pemohon dapat melihat persyaratannya melalui petunjuk yang diarahkan melalui situs resmi buatan Direktorat Bina Penataan Bangunan Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR. Dari situs tersebut pemohon diminta untuk membuat akun dan mendaftar sesuai dengan jenis dan fungsinya. Meski tujuan untuk mewujudkan transparansi dalam pembangunan, namun nyatanya Presiden RI Joko Widodo sendiri pun seakan memberi catatan sendiri terhadap ketetapan PBG. Mengutip dari tempo.co, orang nomor satu di Indonesia itu pun mengakui pergantian aturan ini kian membuat ruwet.
“Namanya juga gonta-ganti dan ini yang ruwet kita,” ujarnya. Menurutnya bukan persoalan ganti nama dari IMB menjadi PBG, namun penyelesaiannya yang cepat. Selain IMB, Jokowi juga menyebut ada masalah besar dalam urusan tata ruang yaitu Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Hal ini juga terjadi belakangan ini, seperti pada rencana pembangunan mini soccer di Jalan Sawo, Voorfo. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda Desy Damayanti mengatakan pihaknya di daerah juga tak mau menambah beban masyarakat, dengan aturan baru ini.
Namun untuk kepengurusan PBG sendiri sebenarnya menjadi turun aturan dari pusat yang harus dijalankan ke daerah. “Bukan mau kami, karena sebenarnya pekerjaan kami juga bertambah dengan adanya FPR (Forum Penataan Ruang) yang memberikan rekomendasi sebelum membangun,” jelasnya. Untuk aturan PBG sendiri telah diatur juga dalam Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 1 Tahun 2022 tentang Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung. Namun hal itu hanya khusus mengatur tentang perhitunga retribusi yang dipungut pada setiap pembangunan. “Untuk persyaratannya semua diatur oleh pusat, jadi kami di daerah tinggal menjalankan saja,” pungkas Desy. (hun/nha)