SAMARINDA KOTA. Godaan Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Zainal Arifin Paliwang yang mengajak Kabupaten Berau bergabung ke provinsi yang dia pimpin tampaknya tidak main-main. Berbagai tawaran menggiurkan dijanjikan Zainal kepada Berau, jika kabupaten yang dikenal kaya akan potensi wisata alam tersebut mau menjadi bagian dari Provinsi Kaltara. Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Kaltim yang juga Bupati Berau dua periode (2005-2015), Makmur HAPK, mengatakan kunjungan Gubernur Kaltara ke Berau jangan sampai disalah artikan. Menurutnya tidak salah dan sah-sah saja jika Berau dirayu kembali agar bergabung Kaltara.
“Waktu dulu saat pendirian Kaltara, memang Berau salah satu pencetusnya. Banyak memang yang sudah meninggal dari pendirinya, jadi kalau dilihat dari aspek pelayanan dan lain-lain, memang Berau yang paling dekat,” ucap Makmur kepada Sapos, Rabu (18/1) kemarin. Bahkan Makmur mengungkapkan, pencetusan Kaltara terjadi di Pulau Derawan. Bahkan kerja sama yang baik terus terjalin antara Berau dan Kaltara. Salah satunya ialah pada pedagang ayam yang ada di Berau yang mendapat subsidi dari Kaltara.
“Jadi tidak semata-mata meminta masyarakat bergabung, tapi bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saya kira tidak salah juga ajakan ini. Saya serahkan saja ini kepada masyarakat. Saya juga minta pada Bupati agar menyerahkan pendapat ini kepada rakyat,” tegasnya. Bahkan para pencetus Kaltara sebelumnya, diungkapkan Mantan Bupati Berau ini, juga meminta langsung keputusan rakyat. Apalagi Kaltara berbatasan langsung dengan Filiphina dan Malaysia. Sehingga untuk peningkatan kesejahteraan bisa jauh lebih baik.
“Niat baik ini, bisa dikaji layak tidaknya. Ini bisa dikembalikan seperti semula. Jadi pernyataan dulu, Kaltara dibentuk, Berau sementara belum tergabung,” bebernya. Dirinya juga menceritakan ketika zaman kepemimpinannya memang masyarakat Berau banyak yang mau bergabung Kaltara. Bahkan dirinya sempat diajak untuk menjadi calon Gubernur di Kaltara. “Tapi saya sampaikan banyak di sana yang harus diberi kesempatan jadi gubernur. Saya merasa belum pantas untuk ke sana. Namun saya dukung penuh,” ungkapnya.
Makmur menyebut, saat ini banyak orang Berau yang menjadi pejabat dan kepala daerah di Kaltara. Sehingga, kedua pihak ini tidak bisa dipisahkan. “Jadi saya sendiri salah satu penyusun Kaltara. Saya juga pelakunya disana, sehingga Berau itu tidak terlepas dari pendirian Kaltara,” katanya. Dalam kunjungan ke Berau beberapa waktu lalu, Gubernur Kaltara Zainal Paliwang kembali menyampaikan keinginan agar Bumi Batiwakkal –julukan Berau– bergabung dengan provinsi ke-34 di Indonesia tersebut.
Setidaknya dalam dua kali kunjungan terakhirnya ke Berau, Zainal tidak lupa menyampaikan hal itu beserta dengan iming-iming keuntungan Berau jika bergabung di provinsi yang dia pimpin. Seperti menyampaikan bahwa ada hak spesial bagi Pemkab Berau, termasuk soal APBD Berau, keuntungan geografis dan aspek administratif. Zainal menyebutkan, seperti keuntungan pembangunan infrastruktur akan semakin pesat dan berkembang. Terutama, interkoneksi akses jalan antar kedua daerah.
“Saya akan bangun jalan tol. Yang penting, Berau gabung dulu,” ungkapnya. Disebutkan Zainal, Kabupaten Berau diberikan kebebasan untuk mengelola keuangan daerah sendiri, tanpa harus menyumbangkan pendapatan daerah ke Pemprov Kaltara. Apalagi, melihat sejarah awal terbentuknya Kaltara, bahwa ada nama Berau sebagai salah satu inisiator bersama Bulungan dan Tarakan kala itu. Hal yang perlu menjadi pertimbangan matang salah satunya pendekat pelayanan. Geografis Ibu kota Kaltara dengan Berau yang hanya berjarak 2 jam melalui jalur darat, sementara menuju ibu kota Kaltim, Samarinda, mencapai 15 jam.
Janji akan membangun tol Berau-Bulungan juga kembali diucapkan. Namun demikian, ia mengaku bahwa ajakan ini tentu dengan pertimbangan matang Kaltara dan juga mempersilahkan Pemkab Berau turut mempertimbangkannya. Ketua DPRD Berau, Madri Pani juga memberikan tanggapannya. Yakni dengan mempertimbangkan untung dan ruginya. “Akan tetapi yang terpenting adalah bahwa ini adalah keputusan sangat besar. Oleh karena itu harus diambil berdasarkan keputusan bersama. Seluruh elemen masyarakat khususnya tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah,” sebutnya. (mrf/nha)