SAMARINDA KOTA. Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kini merambat terhadap izin pembangunan di daerah. Melalui turunannya dalam PP 16 Tahun 2021, menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan diganti dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Pemkot Samarinda telah membuat Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 1 Tahun 2022 tentang Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Namun hal itu hanya mengatur tentang retribusi saja.
Sedangkan untuk pendaftarannya diarahkan melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG), yaitu website resmi rakitan Direktorat Bina Penataan Bangunan Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR. Meski demikian dengan adanya perubahan kepengurusan izin ini, kerap membuat masyarakat selaku pemohon merasa kesulitan. Pasalnya dianggap terlalu berbelit-belit dan kerap menguras biaya besar untuk mendapatkan PBG.
Seperti yang diungkapkan salah seorang developer Samarinda yang tak ingin dikorankan namanya.
Dia mengaku semasa masih mengurus IMB, paling lama izin sudah dikeluarkan sekitar tiga bulan. Namun sejak PBG diberlakukan, pihaknya harus menyewa jasa konsultan dengan harga yang tidak murah. Sebab jasa tersebut dibutuhkan termasuk arsitek yang harus memiliki lisensi. “Belum lagi harus menyewa jasa orang mengerti tentang listrik, sipil berlisensi. Kalau ditotal semuanya, untuk rumah standar saja bisa habis Rp 17 juta, kalau lantai 2 sampai Rp 25 juta,” ungkapnya.
Mula-mula ia menceritakan pihaknya terlebih dahulu mengurus Keterangan Rencana Kota (KRK). Itu saja sudah memakan waktu tiga bulan lantaran harus menunggu survei dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda. Selanjutnya harus menunggu Pertimbangan Teknis dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dokumen tersebut diberikan untuk kegiatan penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).
“Itu kami mengurusnya sampai sembilan bulan, selanjutnya untuk rumah yang sudah jadi harus ada SLF (Sertifikat Laik Fungsi), dan itu harus ada izin yang dikeluarkan dari DLH (Dinas Lingkungan Hidup),” bebernya.
Ia pun mengakui tahapan yang berbelit-belit dan memakan biaya besar ini kerap membuat banyak orang menyerah dalam mendapatkan PBG. Sebab dari kalangan developer saja yang sudah lama berkutat dibidang perumahan, dibuat menunggu lama sekalipun telah mengorbankan banyak biaya. “Padahal izin bangunan kan, termasuk kami bayar pajak buat pemerintah daerah, tapi kalau sulit seperti ini masyarakat kebanyakan tidak mau urus. Atas hal tersebut, ia pun berharap dari pemerintah bisa memberikan fasilitas dalam penyediaan jasa arsitek yang terjangkau. Sebab hingga saat inipun mencari arsitek yang berlisensi tidak mudah di Samarinda.
“Apalagi orang awam yang tidak tahu apa-apa, mereka jelas kesulitan dengan sistem SIMBG karena besarnya biaya dalam kepengurusan,” tuturnya. Menanggapi hal ini, Kepala Dinas PUPR Kota Samarinda Desy Damayanti mengatakan bahwa pihaknya tak pernah memungut biaya dalam kepengurusan PBG. Sebab pendaftaran melalui SIMBG sudah menjadi kewenangan pusat. “Memang saya juga mendapat laporan, karena harus menghire (menyewa) jasa konsultan yang tidak murah,” ujar Desy saat ditemui usai dirinya melakukan susur Sungai Karang Asam Besar (SKAB), Kamis (19/1).
Sebab untuk melengkapi berkas kepengurusan PBG, para pemohon harus menyesuaikan sesuai dengan PP 16/2021 ayat 10 pemohon atau pemilik yang mendaftar harus menyampaikan informasi berupa data pemohon atau pemilik, data bangunan gedung, dan dokumen rencana teknis. Sehingga untuk menyesuaikan dengan standar tersebut, pemohon perlu menyewa jasa konsultan bangunan. “Kalau saya melihat dalam video saat pemohon berkonsultasi memang tidak gampang, karena untuk memberi advice (saran) dilakukan melalui TPA (Tim Profesi Ahli),” terang Desy.
TPA sendiri merupakan pakar dari keprofesian atau perguruan tinggi atau pemerintah yang mendaftarkan diri untuk bekerja dibawah Pemerintah dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Proses perekrutannya dilakukan oleh Dinas PUPR Kota Samarinda. “Kalau TPA sudah memberi menerima, saya tinggal kirim ke perizinan (DPMPTSP),” jelasnya. Sebelumnya Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayana Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Samarinda.
Jusmaramdhana Alus mengatakan bahwa pihaknya hanya berkewenangan dalam menerbitkan dokumen PBG dari pemohon, setelah mendapatkan persetujuan dari dinas teknis, dalam hal ini Dinas PUPR. “Kalau yang berbayar itu retribusi itupun kalau sudah disetujui oleh dinas teknis dan sudah terbit PBG-nya,” ujar Yus. Sehingga ia meyakinkan untuk pencetakan PBG tak dikenakan biaya. Sedangkan untuk perhitungan retribusinya disesuaikan dengan jenis bangunannya. (hun/nha)