PEMPROV Kaltim dan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung menggelar forum group discussion (FGD) dengan tema: Pola dan Model Hubungan Kewenanganan Pemerintahan Pusat dan Daerah di salah satu hotel berbintang di Samarinda, Minggu (22/1) lalu. Kegiatan ini juga dirangkai dengan Sarasehan Para Pakar Ilmu Sosial Politik dan Ilmu Politik (ISIP) yang dihadiri sejumlah guru besar. Dalam diskusi tersebut, Gubernur Kaltim Isran Noor mengaku bangga, sebab banyak guru besar dan akademisi andal yang ingin berbagi ilmu di Kaltim.
Isran mengisahkan bahwa dirinya berkuliah di Unpad selama 1 tahun 7 bulan. Tepatnya pada Juli 2013 hingga November 2014. Selama rentang waktu tersebut, dia yang saat itu masih menjabat sebagai Bupati Kutai Timur (Kutim), setiap akhir pekan Sabtu-Minggu bolak balik dari Sangatta-Bandung untuk mengikuti perkuliahan.
“Waktu itu saya melapor kepada Pak Rektor bahwa akan melakukan ujian terbuka yang dihadiri 42 duta besar dan 19 unsur jenderal. Awalnya beliau, Pak Profesor Ganjar Kurnia tidak percaya, tapi memang terjadi.
Dan menjadi sejarah. Ssampai saat ini tidak ada seperti itu,” bebernya saat memberikan sambutan di acara tersebut. Isran mengungkapkan alasan melakukan hal itu. Karena pada saat itu, dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia, bahwa otonomi daerah di ujung tanduk. Salah satunya terkait otonomi pemberian izin tambang ke daerah. Yaitu menarik kewenangan izin tambang dari kabupaten ke provinsi yang tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kemudian terbit lagi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2020 tentang minerba. Dimana perizinan pertambangan ditarik lagi dari provinsi ke pusat. “Padahal perizinan di tingkat provinsi belum stabil. Apa yang saya khawatirkan dalam disertasi waktu itu, akhirnya terjadi,” ungkapnya. Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) ini menambahkan, terkait porsi keuangan APBN yang dikelola pusat dan daerah saat ini dinilai tidak proporsional. Karena berdasarkan urusan yang menjadi tanggung jawab pusat, hanya lima sektor: luar negeri, agama, moneter, peradilan, pertahanan dan keamanan.
Sementara sisanya adalah tanggung jawab daerah. Melalui FGD dan sarasehan ini, Isran berharap mendapatkan sumbangsih ide dan pemikiran serta solusi terkait permasalahan di daerah, seperti yang diuraikan tentang izin pertambangan, hubungan kewenangan pusat dan daerah, hingga tenaga honorer yang menjadi isu nasional. “Yakin bahwa pertemuan ini ada manfaatnya, untuk bangsa dan negara Indonesia,” pungkasnya. (mrf/nha)