LEMPAKE. Pihak-pihak yang selama ini getol menolak kegiatan penambangan batu bara legal maupun ilegal di wilayah hukum Kota Samarinda, turut angkat bicara menyoal kembali beraksinya penambang ilegal di wilayah Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara tepatnya di Muang Dalam dan Desa Budaya Pampang.
Bahkan pihak penolak penambangan yang berasal dari akademisi dan aktivis kebijakan pemerintah dan lingkungan tersebut, secara terang-terangan menyebut ada pembiaran yang dilakukan aparat.
Pengamat Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan, jika aparat penegak hukum (APH) berlindung dari kalimat belum tahu, maka pernyataan itu perlu disangsikan. “Justru dugaan saya APH tahu soal itu (penambangan, Red). Mereka punya intelijen (Satuan Intelkam), mereka punya informan, mereka dapat laporan dari masyarakat Muang, jadi mustahil kalau APH tidak tahu. Pangkal masalahnya karena memang sejak dulu APH tidak pernah serius menangani kasus-kasus tambang ilegal ini,” papar Herdiansyah Hamzah, yang akrab disapa Castro.
Ketidak seriusan aparat itu, menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) tersebut menandakan seolah-olah aparat kalah dari para penambang dan dalang dibelakang aktivitas yang merusak lingkungan serta mengancam jiwa masyarakat di sekitar lokasi penambangan. “Jadi tidak mengherankan kalau kasus-kasus tambang ilegal semakin marak, bahkan terjadi di tempat yang sama berkali-kali,” ujar Castro.
Castro tak menampik ada yang mengatakan tidak ada bendanya tambang legal dan ilegal, karena sama-sama merusak lingkungan.
“Memang benar (sama-sama merusak). Namanya industri ekstraktif pasti punya daya rusak. Legal dan ilegal sama-sama merusak. 41 nyawa yang hilang dibekas galian tambang apa bukan merusak,” jelas Castro. Namun Castro menyatakan, yang menjadi pokok masalah keberadaan tambang ilegal adalah sudah jelas melawan hukum. “Itu (tambang ilegal) kejahatan,” tegasnya. Senada dengan yang disampaikan Castro. Koordinator Pokok Kerja (Pokja) 30 Kaltim, Buyung Marajo juga menilai adanya pembiaran aparat yang beraflisiasi dengan lemahnya pengawasan.
“Mustahil itu tidak tahu. Kan dimana-mana (wilayah kelurahan) ada Babinsa dan Babhinkantibmas,” ujar Buyung.
Buyung menyebut, pembiaran yang dilakukan aparat itu semakin menguatkan kecurigaan publik bahwa lembaga pengawasan itu tidak bekerja. “Bahkan bisa menjadi bagian dari pemain tambang ilegal,” tegasnya. Buyung pun menyebutkan, terdapat tiga poin penting yang harusnya menjadi komitmen dasar dalam pelayanan publik. “Pertama jika ilegal artinya itu sudah masuk pelanggaran.
Negara harus bertindak, karena undang-undang jelas dilanggar. Siapa yang harus menegakkan yaitu polisi. Kedua lemahnya pemda juga termasuk melakukan pembiaran, karena bagaimana mungkin maling menjarah rumahnya tapi malah dipersilahkan. Dan ketiga efek jera bukan soal Ismail Bolong atau penambang ilegal yang pernah ditangkap, tapi bagaimana penagak hukum bekerja di wilayah administratifnya,” pungkasnya. Seperti yang diberitakan sebelumnya, kegiatan penambangan batu bara ilegal di Muang Dalam diketahui kembali beraksi dan disebut telah berjalan sejak sepekan yang lalu.
Awak media ini yang menelusuri kebenaran informasi tersebut mendapati sejumlah alat berat jenis ekskavator yang sedang beraktivitas melakukan pengerukan batu bara. Bahkan di jalan lingkungan terlihat lalu lalang dump truk, yang hendak masuk ke lokasi penambangan. Penelusuran berisiko itupun terhambat, karena di jakur masuk lokasi penambangan ilegal dijaga sejumlah orang yang disebut preman lokal dan sempat membuntuti awak media ini. (oke/nha)