SAMARINDA ILIR. Salah satu proyek mercusuar yang tak habis menjadi perbincangaan masyarakat, adalah pembangunan terowongan. Bagaimana tidak, infrastruktur berjenis tunnel ini baru pertama kali di Samarinda bahkan perdana di Pulau Kalimantan. Berdasarkan perencanaan, proyek ini akan dibangun di Jalan Sultan Alimuddin menuju Jalan Kakap, dengan spesifikasi 550 meter, dengan lebar 12 meter dan tinggi 10 meter. Tujuannya untuk memecah kemacetan di Kawasan Sungai Dama atau di seputaran Jalan Otto Iskandar Dinata menuju Gunung Manggah.
Tak tanggung-tanggung anggaran yang disiapkan mencapai Rp 395 miliar dengan skema Multi Years Contract atau tahun jamak. Di satu sisi, berdasarkan Kajian Risiko Bencana BPBD Kota Samarinda, di Kelurahan Selili dan sekitarnya masuk dalam kategori rawan longsor, dengan tingkat sedang dan tinggi. Sehingga masyarakat awam wajar mengkhawatirkan persoalan ini, di tengah semangat Pemkot Samarinda usai melakukan groundbreaking atau peletakan batu pertama, pada Jumat (20/1) lalu.
Pengamat sekaligus Dosen Program Studi Teknik Geologi Fakultas Sains dan Teknologi UMKT, Fajar Alam mengatakan bahwa perlu ada kajian yang serius mengenai sifat dari bebatuan yang ada di kawasan tunnel tersebut. Sehingga hal ini akan mempengaruhi penanganan dan perawatan pada terowongan. Sebab di kawasan Selili dan sekitarnya ada lipatan yang kemudian seiring berjalannya waktu kini menjadi patahan dan terdapat bebatuan berlipat. Patahan ini menyenangkan banyak rekah atau celah batuan yang bisa dilewati air ketika hujan datang, meresap jauh ke dalam tanah atau batuan.
Celah yang dilewati air yang membawa butiran halus atau lempung ini, dapat menjadi bidang gelincir. Sehingga saat hujan dengan frekuensi tinggi, air hujan tidak bisa bisa dilewati. Belum lagi di kawasan Gunung Manggah terdapat batuan lapuk dan berada di lereng dengan tingkat kemiringan di atas 30-60 derajat. “Makanya ini memerlukan kajian teknis yang serius dengan cara mengenali sifat bebatuan dan penanganannya,” ujar Fajar. Diketahui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda saat ini berencana bakal melakukan pengeboran lahan khususnya di segmen Jalan Sultan Alimuddin.
Sebab urusan pembebasan sosialnya dianggap lebih mudah daripada di Jalan Kakap. “Pengeboran itu perlu namun harus tembus ke dua sisi, untuk mendapat data dari jenis batuan dan sifatnya,” tutur Fajar. Sehingga ia pun berharap dari instansi teknis mampu mengkaji hal ini dengan serius. Sekalipun diketahui batas waktu pengerjaan mulai tahun ini tersisa 18 bulan. Sebelumnya memang dikatakan bahwa untuk menjamin agar terowongan ini tidak dikerjakan asal-asalan, dari Pemkot Samarinda memastikan menggunakan teknologi yang disesuaikan dengan pembangunan terowongan.
Namun sebelum menyambungkan segmen tengah terowongan, dengan yang lain, dari Dinas PUPR Kota Samarinda juga akan berkonsultasi dengan Komisi Keamanan Jembatan, Terowongan dan Jalan (KKJTJ). “Menggunakan teknologi juga membutuhkan data yang lengkap. Sehingga diperlukan upaya untuk mengenali sifat batuan tadi, agar perencanaan rekayasa rinci (detailed engineering design) bisa seksama untuk memilah teknologi yang optimal dan ke depan sudah tahu perawatan yang harus dilakukan setelah terbangun,” pungkasnya. (hun/beb)