KARANG ASAM. Pengalaman tak mengenakkan melakukan perjalanan umrah dituangkan ibu rumah tangga (IRT) berinisial MY, dalam sebuah tulisan yang kemudian diposting di akun pribadinya di media sosial (Medsos) Facebook, 21 November 2022. Belakangan postingan yang berisi keluhan MY akan pelayanan umrah yang diikutinya pada November 2022 itu malah berbuntut panjang, karena wanita beruia 33 tahun itu dilaporkan ke polisi lantaran telah melakukan pencemaran nama baik.
Namun dalam postingannya itu MY tidak secara spesifik menyebut nama travel wisata umrah maupun orang yang menjadi perantara atau marketing dari perusahaan jasa perjalanan umrah tersebut. Meski merasa tidak ada yang aneh dengan postingannya itu, MY tetap mengikuti proses hukumnya dengan memenuhi panggilan polisi 6 Desember 2022. Belakangan MY yang merasa dirinya dizalimi memutuskan membuat laporan balik atas berbagai kerugian yang ditanggung ketika melakukan perjalanan umrah, Jumat (3/2).
Didampingi Dyah Lestari, selaku kuasa hukumnya, MY menceritakan awal mula perjalanan umrah yang diikutinya bersama dengan suami dan salah seorang kerabatnya itu dilakukan atas rekomendasi seorang temannya yang sudah pernah umrah. “Sekitar Agustus 2022 saya mendapat brosur dari teman saya setelah mengisi formulir yang dikirim via whatsapp. Awalnya di brosur tertera Rp 36.500.000 per orang untuk paket Majol Dobel,” kata MY.
Namun setelah berjalannya waktu terjadi kenaikan dengan total Rp 39.450.000 di luar handling dan perlengkapan umrah sebesar Rp 1.500.000. “Kenaikan itu tertulis dalam brosur yang baru. Ada selisih kenaikan Rp 2.950.000 dengan alasan kenaikan harga avtur dan tetap saya bayar sehingga total yang saya bayar Rp 40.950.000 per orang (MY dan suaminya). Sedangkan kerabat saya membayar Rp 38.350.000 karena mengambil paket yang berbeda. Dan semua biaya itu kami lunasi di 17 Oktober 2022 dengan total Rp 120.250.000,” papar MY.
Namun anehnya setelah melunasi biaya tersebut, MY kembali diminta membayar biaya tambahan sebesar Rp 2.650.000 dengan alasan kenaikan dollar. “Tapi saya tidak mau membayar tambahan itu dan saya minta pembatalan saja, yang ketika itu dijanjikan dikembalikan 100 persen. Tidak hanya saya saja yang minta batal, ada juga beberapa calon jemaah yang mau membatalkan ketika itu,” jelas MY.
Meski dijanjikan uang akan dikembalikan dan sebelum MY kembali menerimanya, teman MY yang pertama kali menawarkan meminta tetap mengikuti umrah dengan tidak perlu membayar biaya tambahan tersebut. “Tapi saya diminta diam dan tidak memberitahu calon jemaah lainnya. Tetapi belakangan saya mengetahui kalau yang membayarkan biaya tambahan itu adalah teman saya tersebut. Dan saya tetap tidak mau serta minta tetap dibatalkan,” ujar MY.
Karena ngotot tetap meminta dibatalkan, oknum travel menyampaikan ada potongan 30 persen dari total yang telah dibayar MY. “Karena itulah saya tetap berangkat umrah selama 9 hari,” kata MY. MY pun kembali menelan kekecewaan selepas kembali ke tanah air dimana dalam perjalanan menuju ke bandara di Jeddah, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu jemaah umrah kembali diminta uang Rp 200 ribu untuk hotel di Jakarta.
“Tapi saya dan beberapa jemaah lain tidak mau.
Karena tidak mau itulah, saya dan jemaah yang merasa ditelantarkan karena tidak diberi makan selama menunggu penerbangan kembali ke Balikpapan,” pungkasnya. Sementara itu Dyah mengatakan, apa yang dialami klienmya itu merupakan bentuk dugaan perlindungan konsumen. “Karena klien saya tidak pernah mendapatkan sosialisasi tentang hak dan kewajiban sebagai jemaah,” kata Dyah.
Apalagi dikatakan Dyah ketika kliennya tiba di tanah air di Jakarta, yang mana konsumsi masih menjadi tanggung jawab travel. “Apalagi pembagian makanan itu dilakukan di depan jemaah yang tidak mau membayar Rp 200 ribu,” sesal Dyah. Untuk itulah Dyah menjelaskan, pihak travel patut diduga melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. “Dan hari ini (kemarin, Red) kami melaporkan dugaan itu agar dapat ditindak tegas dan tidak lagi terjadi pada calon jemaah umrah lainnya,” pungkasnya.(oke/beb)