SAMARINDA SEBERANG. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim menyebut mantan Direktur Utama PT Migas Mandiri Pratama Kaltim (MMPKT) inisial HA dan Direktur PT Migas Mandiri Pratama Hilir (MMPH) Kaltim inisial LH atas dugaan korupsi dengan total kerugian negara Rp 25 miliar. Keduanya pun diketahui menjabat pada tahun 2013 sampai 2017 lalu. Pengungkapan ini disebut Kejati berdasarkan laporan masyarakat. Sehingga pada tahun 2022 lalu, pihaknya pun melakukan penyelidikan.
“Pada hari ini Selasa 7 Februari 2023 tim penyidik Pidsus Kejati Kaltim telah melakukan tindakan penahanan terhadap dua tersangka yaitu HA Dirut dari PT MMPKT 2013-2017 dan LA Direktur pada PT MMPH 2013-2017,” ucap Wakil Kepala Kejati Kaltim, Amiek Wulandari, kepada awak media. Amiek menjelaskan bahwa penahanan yang dilakukan ini terkait perkara dengan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan pada PT MMPH yang merupakan anak perusahaan dari PT MMPKT.
Pada kurun waktu 2014 hingga 2015 PT MMPKT sudah mengeluarkan sejumlah uang kepada PT MMPH dengan alasan kerja sama investasi yang dilakukan tanpa melalui kajian FS (studi kelayakan) dan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB). Uang yang diserahkan berasal dari penyertaan modal Pemprov Kaltim kepada PT MMPKT. Rencana kegiatan yang dilakukan PT MMPH akan dipergunakan untuk kegiatan penyertaan modal Men Power Supply, pembiayaan kawasan bisnis park, pembangunan workshop dan SPBU di KM 4 Loa Janan, Kukar.
“Namun dikarenakan sejak awal telah terlihat ada permufakatan jahat dari tersangka dalam pengelolaan keuangan, dengan menggelontorkan sejumlah uang tanpa melalui kajian dalam FS dan RKAB serta persyaratan lain yang diatur dalam undang-undang, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 25,2 miliar, ” ungkapnya. Amiek menuturkan, pihaknya telah melakukan penyitaan juga terhadap keduanya sebagai hasil kejahatan yang dilakukan. Diantaranya dua bidang tanah di Samarinda dan Balikpapan juga sebuah rumah.
“Untuk uang tunai belum ada,” katanya. Perbuatan kedua tersangka melanggar Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, dan Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. “Kedua tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Kelas II A Samarinda,” pungkasnya.
Perlu diketahui bahwa salah satu tersangka ialah mantan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim era kepemimpinan Gubernur Awang Faroek Ishak. Yaitu HA atau Hazairin Adha. HA diangkat menjadi Dirut PT MMPKT pada tahun 2012 lalu. Sebelumnya, berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kaltim, pada zaman kepemimpinan Dadek Nandemar, dimana dalam catatan yang ada PT MMPKT kala itu gagal menyelamatkan uangnya yang dipinjamkan kepada PT BTE sebesar Rp 238,184 juta untuk jual beli barang.
Gugatan PT MMPKT terhadap PT BTE untuk mengembalikan uangnya melalui PN Balikpapan juga gagal. PN Balikpapan menyatakan gugatan PT MMPKT tidak dapat diterima, karena dalam perjanjian jual beli barang dicantumkan penyelesaian perselisihan dilakukan di PN Samarinda. Tahun 2014, direksi PT MMPKT juga menjalin kemitraan dengan PT PSA yang bekerja sama PT MMPM dalam kegiatan transportir laut, darat, trading HSD industry dari market yang dimiliki para pihak.
Dalam kemitraan ini, uang PT MMPKT yang belum kembali Rp 4,750 miliar. Selanjutnya, tanggal 4 Juni 2014 PT MMPKT membiayai pekerjaan PT RB di PT TI berupa pekerjaan Man Power Supply fo Admin Support sebesar Rp 11,555 miliar lebih. Sehingga dalam kerja sama dengan PT RB ini, uang PT MMPKT juga belum kembali. Menanggapi kasus ini, Dirut PT MMP KT saat ini, Edi Kurniawan pun mengungkapkan bahwa kasus itu dimulai dari penagihan utang dan pajak.
Dimana ada temuan pajak yang cukup besar. Sehingga pihaknya meminta pendampingan oleh Kejati Kaltim. “Kami diperiksa soal pajak, yah kami ungkapkan semua, termasuk dari BPK. Jadi kami jelaskan runtutan pajak dari tahun berapa,” ungkapnya. Bahkan dalam proses pemeriksaan pihaknya juga memang telah dipanggil oleh penyidik Kejati Kaltim. Namun berkaitan dengan tersangka yang ditetapkan oleh Kejati pihaknya juga tidak tahu bahwa akan ada yang dilakukan penahanan.
“Jadi kami itu mendorong penagihan piutang oleh Kejaksaan. Terkait pajak itu yang juga ditelusuri oleh Kejati,” bebernya. Bahkan dirinya membeberkan pernah disita paksa oleh Direktorat pajak. Bahkan semua rekening MMPKT Kaltim sempat diblokir. “Jadi disita itu, kami dinilai ada yang salah, dari LHP juga, jadi setelah diperiksa semua ujungnya ke dirut yang lama. Nah, ini pajaknya di 2016 lalu ternyata, ” bebernya. Sementara itu, sebelumnya, DPRD Kaltim pun pernah menyoroti terkait kinerja perusda Kaltim. Hal ini diungkapkan Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono.
Menurutnya, selama ini kinerja perusda untuk menyumbang PAD memang menjadi sorotan publik, namun pihaknya harus menilai secara komperhensif. “Bicara target (pendapatan) kita mau PAD setinggi-tingginya. Tapi kita harus menilai secara fair, dari mana titik dia bergerak. Ada (perusda) yang tahun lalu minus Rp 1 miliar misalnya, tapi tahun ini plus Rp 57 juta, itu progres,” ucapnya kepada awak media, (4/9/2022) lalu. Melihat kinerja keuangan perusda ujar Politisi Golkar ini, tidak bisa hanya sekadar melihat besaran kontribusinya terhadap PAD.
Namun juga harus melihat besaran penyertaan modal yang diberikan pemprov untuk menunjang kinerja perusda. “Apakah sesuai rasio dengan modal yang ditanamkan. Mau besar atau kecil pendapatannya kita akan terus pertanyakan,” ungkapnya. Komisi II tegasnya, juga tidak akan segan memberikan rekomendasi kepada gubernur bila ada perusda yang tidak produktif. Perusda yang tidak produktif, tidak kelihatan, hanya menghabiskan uang saja, pihaknya pun akan rekomendasikan untuk ditutup.
“Dibekukan atau dimerger. Ini untuk semua perusda, tidak hanya satu saja,” tegasnya. Berdasar data dari BPKAD Kaltim, pada 2021 PT Migas Mandiri Pratama (MMP) menjadi perusda yang paling besar memberikan kontribusi terhadap pendapatan Kaltim dengan Rp 109,7 miliar. Setelahnya PT BPD Kaltimtara dengan Rp 100,4 miliar, Peruda Kelistrikan sebesar Rp 1,6 miliar, Perusda Melati Bhakti Satya Rp 1,15 miliar, PT Jamkrida Rp 48 juta, Perusda Kehutanan Sylva Kaltim Sejahtera dengan kontribusi Rp 6 juta dan Perusda Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera dengan tanpa kontribusi. (mrf/nha)