KARANG ASAM. Bagian utama tilang elektronik yang lebih familiar disebut Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) yakni kamera. Fungsinya untuk menangkap gambar suatu pelanggaran. Bahkan untuk mendetailkan pelanggaran itu, Satlantas Polresta Samarinda menjelaskan, tiga kamera yang terpasang memiliki fungsi yang berbeda. “Yang pertama fokus pada pelanggaran marka dan rambu.
Kedua untuk pelanggaran umum seperti tidak mengenakan helm standar, dan yang ketiga berfungsi mengidentifikasi kecepatan serta merekam selama satu bulan sebagai bukti jika ada kejahatan yang terjadi,” beber Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Ary Fadli, melalui Kasat Lantas, Kompol Creato Sonitehe Gulo.
Gulo mengatakan, untuk saat ini sudah ada dua titik persimpangan yang dipasang kamera ETLE statis yakni di Simpang Muara dan Simpang Lembuswana.
“Disitu gabung dengan kamera pemerintah kota yang sebelumnya sudah ada,” ujar Gulo. Sayang mengenai berapa harga kamera tersebut per unitnya, Gulo menyatakan tidak mengetahui secara pasti karena pengadaannya langsung dari Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. “Langsung di Korlantas. Jadi kami tidak bisa berbicara karena langsung dari pusat,” tutur Gulo.
Ditanya keakuratan kamera dalam merekam khususnya pada malam hari, Gulo menegaskan dalam kondisi apapun kamera tersebut tetap bisa merekam gambar dengan sangat baik. “Sangat akurat meskipun malam hari. Kamera itu tetap dapat merekam pelanggaran lalu lintas semacam infrared dengan hasil gambarnya hitam putih,” ujar Gulo. Lanjut Gulo mengenai pertanyaan seperti apa jika kendaraan yang terekam tidak bisa diidentifikasi karena tak dilengkapi nopol atau menggunakan nopol palsu, pihaknya memasukkannya dalam status daftar pencarian.
“Teknisnya nanti kami klarifikasi dan akan kami perintahkan personel di lapangan untuk mencari kendaraan tersebut kemudian dilakukan kroscek. Jadi bisa dibilang seperti DPO dan kita terbitkan surat lalu sampaikan kepada seluruh Polsek sesuai dengan gambar yang terekam pada kamera ETLE,” terang Gulo. “Karena jika terekam akan langsung masuk ke database dan akan memiliki kode khusus yang akan diterima operator berupa tanda error dari sebuah kendaraan,” tambahnya.
Sedangkan mengenai teknis penilangan Gulo menjelaskan, nantinya setelah terekam di kamera akan masuk ke operator di Back Office ETLE dan nanti kembali dikroscek. “Karena teknologi otomatis itu kadang-kadang ada kesalahan teknis. Setelah itu nanti operator melakukan penetapan penindakan kepolisan dalam bentuk ETLE dengan mencetak surat serta bukti pelanggaran dan dikirimkan kepada pelanggar sesuai dengan identitas di STNK yang ada di sistem database kami,” jelas Gulo.
Mengenai teknis mengirimkan bukti pelanggaran, Gulo menerangkan akan dilakukan pihak ketiga yang digandeng Polda Kaltim. “Biayanya dari kepolisian. Yang mengantarkan bisa dari kepolisian atau pihak ketiga yang ditunjuk dari polda,” tutur Gulo. “Surat yang dikirimkan itu bukti pelanggarannya dan denda tilangnya yang harus dibayarkan oleh pelanggar.
Untuk pembayarannya di situ ada nomor rekeningnya yang sudah ditetapkan oleh kementerian keuangan atau nomor yang sudah di tetapkan sebagai penampung pembayaran tilang se-Indonesia, Jadi langsung ke negara,” tambahnya. Kemudian Gulo menambahkan jika tilang dan denda tersebut diabaikan, maka pihaknya akan melakukan pemblokiran pada pelaku pelanggaran. “Dan saat melakukan pembayaran di Samsat (pajak kendaraan) akan timbul biaya denda pelanggaran yang harua dibayar untuk membuka blokir tersebut,” pungkasnya. (oke/nha)