SAMARINDA KOTA. Pemandangan tak biasa terjadi dalam agenda rapat paripurna, di Gedung Utama DPRD Kota Samarinda, Selasa (14/2) kemarin. Jika biasanya sebagian besar kursi wakil rakyat terisi, kali ini terlihat sangat lengang lantaran hanya dihadiri sepuluh anggota dan satu unsur pimpinan DPRD Samarinda.
Diketahui agenda tersebut seharusnya mengesahkan rancangan peraturan daerah (ranperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi perda. Dalam hal ini Wakil Ketua DPRD Kota Samarinda Helmi Abdullah yang bertindak sebagai pimpinan sidang rapat paripurna. Bermula pada pukul 16.30 Wita, seluruh peserta yang hadir termasuk para pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Setelah itu pimpinan sidang pun memutuskan untuk memberikan diskorsing waktu hingga 15 menit, lantaran tidak dinyatakan memenuhi kuorum, yaitu 50 persen plus 1. Sedangkan yang hadir kala itu hanya 11 orang. Padahal jumlah anggota dewan 45 orang. Hingga menjelang maghrib peserta rapat paripurna tak bertambah, sehingga agenda tersebut ditutup oleh pimpinan sidang.
Menghadapi hal ini Wali Kota Samarinda Andi Harun mengatakan dirinya selaku kepala daerah harus mengambil sikap. Pasalnya ia berpegang pada Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, tepatnya di Pasal 82. “Jika kepala daerah tidak melaksanakan, maka akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Orang nomor satu di lingkungan Pemkot Samarinda itu memberikan arahan bahwa pihaknya juga dikejar deadline penerapan Perda RTRW, seharusnya pada Senin (13/2). Ia mengaku telah menyurati DPRD Samarinda pada pekan lalu, untuk segera mengkebut pengesahan Perda RTRW Kota Samarinda. Di sisi lain, proses pengesahan Perda RTRW Provinsi Kaltim sedang mandek dan diperpanjang proses pembebahasannya.
Meski begitu, Andi Harun mengaku sebenarnya tidak masalah, lantaran pihaknya sendiri telah mendapat persetujuan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). “Kami sudah minta dispensasi. Jadi kewenangan kepala daerah sesuai dengan peraturan pemerintah dan Permendagri akan kami laksanakan, mudah-mudahan besok (hari ini) kita bisa melakukan pengesahan,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai perihal sebagian fraksi yang tidak hadir, Andi Harun tak ingin berkomentar. Sebab hal itu menjadi perspektif dari fraksi masing-masing. Namun ia memastikan jika ada pengesahan, tentunya tak lagi melibatkan dewan. “Kami sudah melakukan komunikasi, tapi biasanya komunikasi ada yang sukses ada yang kurang.
Saya sama sekali tidak mengetahui atas dasar alasan apa, karena dasar yang penting bagi kami bekerja sesuai dengan ketentuan hukum, dan kita tidak boleh berhenti melanjutkan pekerjaan yang telah diamanatkan negara kepada kita,” urai Andi Harun. Sementara itu Wakil Ketua DPRD Kota Samarinda Helmi Abdullah mengaku momen seperti ini sebenarnya adalah dinamika politik yang biasa terjadi.
Namun untuk urusan pengesahan perda RTRW ini menyangkut tenggat waktu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. “Kami di sini tidak mengatur peraturan, ini sistemnya demokrasi, jadi semua pandangan kawan-kawan berbeda-beda, jadi itu tidak bisa kita memaksakan,” ungkap Politikus Gerindra ini. Ia pun mendukung keputusan Andi Harun yang akan mengesahkan Perda RTRW Kota Samarinda, tanpa harus mengulur waktu. Sebab sikap tersebut wajar dilakukan mengingat telah melampaui waktu yang telah ditentukan.
“Karena kalau Pemerintah Kota tidak mengesahkan hingga 13 Maret maka akan diambil alih Kementerian ATR dan akan dapat sanksi. Ini nggak boleh, sangat merugikan pembangunan Kota Samarinda,“ bebernya. Ketua Komisi III DPRD Samarinda Angkasa Jaya mengakui, saat ini memang ada komunikasi yang putus antara eksekutif dengan legislatif, menjelang peralihan DPRD Kota Samarinda di periode sebelumnya.
Bahkan ada beberapa kejanggalan yang menurutnya perlu diluruskan, termasuk pembahasan perda RTRW yang dilakukan oleh panitia khusus (pansus) yang sebenarnya belum berjalan hingga saat ini. Lantaran tak ingin mengambil risiko dalam pengesahan perda RTRW, ia pun tak menyalahkan jika wali kota mengambil sikap dalam pengesahan aturan tersebut. Sehingga ia pun memilih absen dalam rapat paripurna kemarin.
“Kami pun baru mengetahui belakangan ini bahwa tenggatnya sampai 13 Februari, dan tidak mungkin kami sahkan kalau belum ada pembahasan dengan OPD terkait,” katanya. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sani Bin Husain mengakui jika seluruh anggota pada fraksi yang dipimpinnya memang tidak hadir. “Sebagian besar fraksi tidak hadir, bukan hanya PKS.
Kami menjadikan keputusan Bampemperda sebagai pertimbangan utama untuk hadir atau tidak. Apa pertimbangannya bisa ditanyakan ke Bapemperda,” kata Sani. Sayangnya, hingga berita ini ditulis tadi malam Ketua Bapemperda DPRD Kota Samarinda Samri Shaputra tak bisa dihubungi. Beberapa kali ditelepon melalui nomor priadinya, juga tak memberikan jawaban. Sementara, Wakil Ketua Bapemperda Laila Fathihah tak ingin memberikan komentar, jika ketuanya belum mengeluarkan statement. (hun/nha)