TENGGARONG. Polemik terkait nasib ribuan Tenaga Harian Lepas (THL) alias pegawai honorer di Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar), masih bergulir. Di sana-sini masih belum ada kepastian. Terutama kalangan honorer bidang administrasi. Sementara honorer di bidang tenaga pendidik atau guru serta kesehatan, terbilang aman.
Untuk memperjuangkan nasibnya tersebut, perwakilan Forum Tenaga Honorer Kukar (FTHK), mengadu ke DPRD Kukar. Menanggapi hal itu, Selasa (23/5) kemarin, Komisi IV DPRD Kukar menggelar hearing atau Rapat Dengar Pendapat (RDP). Menghadirkan sejumlah perwakilan tenaga honorer dari sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di jajaran Pemkab Kukar.
“Pertemuan dengan tenaga honorer ini, sudah kesekian kali kami gelar. Silakan disampaikan masing-masing perwakilan. Mengenai uneg-uneg atau masalah kini dihadapi tenaga honorer,” ujar Baharuddin, selaku Ketua Komisi IV DPRD Kukar ketika membuka hearing tersebut.
Di kesempatan tersebut hadir pula anggota DPRD Kukar lainnya. Seperti Zulfiansyah, Andi Faisal serta Budiman. Ada pula sejumlah perwakilan kepala OPD, seperti Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Kesehatan (Dinkes), Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKAD) serta Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusian (BKPSDM) Kukar.
“Menindaklanjuti hasil pertemuan dengan Dewan pada Januari 2023 lalu. Sebelumnya kami juga sudah ke bupati. Tapi hanya ditemui Asisten III. Kami meminta kepastian terkait adanya surat Menpan RB (Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi). Menegaskan sampai 2023, tidak ada lagi pegawai honorer,” ungkap Sekretaris FTHK, Abdul Sani yang pertama mendapat giliran menyuarakan kesulitan pegawai honorer.
Selain itu, Sani pun meminta penjelasan pejabat BKPSDM. Mengenai kemungkinan para honorer diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sebab informasi diterima pihaknya, menyebutkan PPPK hanya dari tenaga pendidik dan kesehatan.
“Sedangkan honorer di sini (Kukar, Red) bermacam-macam. Tidak semata tenaga pendidik serta petugas kesehatan. Ada pula honorer teknik lainnya. Termasuk paling banyak adalah tenaga administrasi. Apalagi beberapa waktu lalu telah didata sebanyak 7.811 honorer. Kemudian ada sebanyak 6.766 dinyatakan lulus verifikasi. Itu setengahnya lebih, bukan dari kalangan pendidik dan kesehatan. Bagaimana nasibnya ke depan?” katanya lagi.
Ada pula curhat disampaikan Edi Gunawan, selama ini berstatus honorer Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kukar. Bahwa semestinya pemerintah bisa membuat penilaian. Berupa ranking atau urutan tenaga honorer direkrut jadi PPPK, dari masa kerja. Sebab dikhawatirkan, nanti tenaga honorer sudah lama mengabdi, malah tidak lulus seleksi.
“Sebab infonya, Menpan RB menyebut minimal 2 tahun bisa diambil sebagai PPPK. Kami sekarang khawatiran. Sebab November 2023 tidak ada lagi honorer. Jadi kami semakin galau, nanti mau di kemanakan? Apalagi SK pengangkatan honorer kini per tiga bulan. Bisakah itu direvisi menjadi 1 tahun kerja? Kenapa musti dibuat per tiga bulanan?” urai Edi Gunawan
Belum cukup sampai di situ. Perwakilan honorer lainnya pun angkat bicara. Katanya, sekarang THL tidak lagi bisa masuk dalam kegiatan- kegiatan OPD. Mereka “dikunci” dengan peraturan bupati (Perbud). Sehingga ketika ikut bekerja dalam kegiatan proyek di masing-masing OPD, para THL tidak mendapatkan penghasilan tambahan.
“Jadi kami sekadar bantu-bantu. Begitu pula dengan perjalanan dinas, tidak diperbolehkan. Tapi anehnya Perbup itu malah memperbolehkan pengurus PKK dapat SPPD. Juga honorer di bagian protokol sekretariat kabupaten dan secretariat dewan. Tidak itu saja, kami juga meminta Komisi IV bisa menyampaikan ke pihak terkait. Supaya gaji honorer di Kukar ini bisa setara Samarinda atau Balikpapan,” katanya.
Dalam hearing kemarin, perwakilan BPKAD Kukar sempat menjelaskan. Belakangan ini keperluan belanja pegawai Kukar. Itu mencakup Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun non ASN, dalam setahun mencapai Rp 1,7-1,8 triliun. Sementara mengacu ketentuan undang-undang, belanja pegawai maksimal mencapai 30 persen dari APBD. Dengan kondisi itu, maka berat Pemkab Kukar untuk merekrut ribuan honorer menjadi PPPK.
“Memang tidak gampang menghapuskan honorer. Apalagi terkait tenaga teknis, masih sangat diperlukan. Dengan berbagai masalah dihadapi ribuan pegawai honorer Kukar ini, kami segera menindaklanjuti ke pihak-pihak terkait. Sejauh ini kami ketahui, pemerintah Kukar sudah mengusulkan sebanyak 1.500 formasi tenaga pendidik. Ditambah sebanyak 1.500 formasi untuk petugas kesehatan. Jadi untuk ribuan honorer bidang administrasi tersisa, akan diupayakan penanganannya,” kata Baharuddin ketika mengakhiri hearing yang membuat ribuan honorer di Kukar ini masih ketar-ketir. (idn/adv/nha)