SAMARINDA KOTA. Keterbatasan gas Liquified Petroleum Gas (LPG) ukuran 3 kg atau kerap disebut gas melon, kian hari membuat warga semakin resah. Terlebih dengan harganya yang semakin mencekik hingga menembus Rp 40-45 ribu per tabung.
Di tengah dilema kelangkaan gas ini, Pertamina menjadi pihak yang disudutkan lantaran dianggap tidak mendistribusikan gas elpiji, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Padahal untuk penentuan kuota gas elpiji, ditentukan oleh pemerintah pusat.
PT Pertamina Patra Niaga di Regional Kalimantan khususnya Kalimantan Timur memastikan penyaluran kuota elpiji 3 kg bersubsidi sudah disesuaikan dengan jumlah kuota yang ditetapkan pemerintah pusat. Untuk Kota Samarinda sebanyak 26.838 metric ton atau sekitar 8,9 juta tabung dan hinggal bulan Mei 2023 telah tersalurkan sebanyak 12.030 Metric Ton atau sekitar 4 juta tabung.
Area Manager Communication, Relations dan CSR Patra Niaga Regional Kalimantan, Arya Yusa Dwicandra menjelaskan, penyaluran jumlah kuota yang seharusnya tersalur hingga Mei 2023 sebanyak 10.800 MT atau 3,6 juta tabung. Namun realisasinya ternyata sudah mencapai 4 juta tabung.
“Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kebutuhan masyarakat terutama pada Hari Raya Idulfitri kemarin dan menjelang Iduladha nanti,” kata Arya. Namun untuk saat ini dirinya memastikan bahwa untuk pendistribusian gas elpiji terus dikoordinasikan dengan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum agar kuota tetap tersalur sesuai yang ditetapkan.
Sales Area Kaltim-Kaltara PT Pertamina Patra Niaga, Ayub Ritto memastikan bahwa pihaknya tidak ada kewenangan untuk mengurangi kuota subsidi. Sebab hal itu disesuaikan dengan kemampuan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN). Sehingga diri meminta kepada warga agar tetap waspada terhadap agen yang menjual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
“Kalau ada segera laporkan dan akan segera ditindak, kalau tugas kami hanya bisa sampai pada penindakan ke agen, selebihnya kami gak bisa,” katanya.
SERET DISTRIBUTOR NAKAL
Kelangkaan elpiji 3 kg memicu dugaan adanya permainan yang dilakukan sejumlah penyalur gas subsidi ke masyarakat. Dugaan itupun diperkuat dengan sanksi yang telah diberikan Pertamina kepada 7 pangkalan sejak Mei hingga Juni 2023.
Namun sanksi administrasi berupa pembinaan itu kenyataannya tidak membuat tabung melon mudah didapat. Faktanya menjelang Iduladha, justru elpiji subsidi itu bak ditelan bumi dan semakin susah didapat. Kenyataan di lapangan itupun sampai Senin (19/6) kemarin terus saja menyusahkan bagi masyarakat, sehingga banyak yang mulai mempertanyakan ketegasan Pertamina sebagai pihak yang mengatur regulasi penyaluran elpiji 3 kg dalam menyikapi kelangkaan yang terjadi.
Pertanyaan disampaikan para aktivis yang tergabung dalam organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Samarinda. Kumpulan mahasiswa ini menggelar aksi serupa seperti yang dilakukan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kaltimtara beberapa waktu lalu. Dalam orasi di depan Depo Fuel Terminal Samarinda di Jalan Cendana, Kelurahan Teluk Lerong Ulu, Kecamatan Sungai Kunjang, Senin (19/6), massa PMII mendesak agar Pertamina menyeret distributor nakal ke jalur hukum.
“Tuntutan kami yakni meminta Pertamina untuk segera melakukan evaluasi dan kontrol kepada fungsi pengawasannya agar penyaluran elpiji 3 kg bersubsidi bisa tepat sasaran. Kemudian kami meminta Pertamina menyegerakan tindakan hukum kepada distributor yang bermain sehingga menimbulkan konflik di masyarakat,” tutur Wakil Ketua II PMII Cabang Samarinda, Kholis. Kholis menambahkan, mereka juga mendesak Pertamina Regional Kaltim untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait penambahan kuota elpiji 3 kg.
“Beberapa waktu lalu Pertamina menyampaikan bahwa sulitnya mendapat elpiji 3 kg dikarenakan adanya kebijakan tidak melakukan distribusi ketika tanggal merah. Bagi kami kebijakan itu tidak efektif karena kebutuhan masyarakat tidak ada yang tahu dan sangat diperlukan, baik itu hari libur atau tidak,” paparnya. Sementara itu, Pertamina rupanya masih bersikukuh sulitnya memperoleh elpiji 3 kg yang dialami masyarakat dalam satu bulan terakhir bukan termasuk bagian dari kelangkaan.
Hal itu disampaikan Sales Area Manager Pertamina Patra Niaga Region 6 Fuel Terminal Samarinda, Ayub Ritto kepada awak media, Senin (19/6). Menurut Ayub, masyarakat perlu memahami definisi langka yang diibaratkannya terdapat 10 kuota, tetapi yang tersedia hanya 1.
“Nah itu langka. Tapi kalau suplainya terbatas karena memang barang subsidi sehingga tidak bisa dibilang langka. Barang subsidi itu sesuai dengan kemampuan negara. Subsidi dimana-mana pasti terbatas, kalau tidak terbatas bukan barang subsidi namanya tapi komersil,” terang Ayub. Lanjut ayub, menjawab pertanyaan dimana fungsi Pertamina di dalam penyaluran. Pertamina menyalurkan hanya sampai ke pangkalan.
“Sekarang banyak keluhan penjualan elpiji 3 kg di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Tolong tunjukkan pangkalan mana yang menjual di atas HET, kasih ke kami pasti kami tindak. Tapi kalau yang menjual di atas HET itu adalah pengecer (warung, Red) kami tidak bisa menindak,” jelas Ayub. Anehnya meski tidak bisa menindak, namun Ayub membenarkan bahwa pangkalan boleh menjual elpiji subsidi ke warung (pengecer, Red).
“Itu ada jatahnya, ada volumenya. Tapi tidak boleh 100 persen dan 50 persen juga tidak boleh, ada batasannya. Cuma di warung itu kan kadang bukan orang dari pangkalan langsung, kadang-kadang dari rumah tangga,” ujar Ayub, yang tidak menerangkan secara rinci berapa persen elpiji subsidi yang boleh dijual ke pengecer tanpa melalui prosedur perizinan yang jelas. (oke/nha)