SAMARINDA KOTA. Pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) serentak nasional tak terasa sudah semakin dekat. Banyaknya permasalahan yang terjadi dalam setiap pengalaman pemilu, membuat peranan media semakin penting. Mulai dari menangkal informasi hoax (bohong), disinformasi (informasi yang tidak sepenuhnya benar) hingga memberikan referensi terhadap masyarakat agar tidak terjadi kegaduhan dalam pelaksanaan pemilu.
Memang setiap jurnalis perlu terlibat langsung dalam setiap tahapan pemilu, sehingga rawan terjadi perlakuan yang bisa meruntuhkan kredibilitas dan melanggar kode etik jurnalistik. Hal ini diterangkan oleh Redaktur Pelaksana CNN Edy Can, dalam Training Meliput Isu Pemilu yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Samarinda, Sabtu-Minggu (15-16 Juli).
Dirinya pun mengakui bahwa dalam setiap pemilu banyak jurnalis yang sering kali terjebak saat mendapat penugasan meliput salah satu pasangan calon (paslon). Hingga tanpa disadari memiliki ikatan emosional yang bisa meruntuhkan tugasnya sebagai jurnalis, yang harus menjaga independensi.
Sehingga dari setiap peserta yang hadir sebanyak 25 orang dari berbagai media, lalu dibagi perkelompok untuk mendiskusikan berbagai contoh kasus yang sering dialami jurnalis. Salah satunya ada menyinggung tentang fasilitas yang sering diberikan oleh paslon, saat jurnalis diminta untuk memberitakan kegiatan mereka.
“Sebenarnya itu tidak melanggar kode etik, karena memang tujuannya untuk mendapatkan informasi,” ungkapnya. Namun yang tidak dibenarkan adalah sang jurnalis yang ikut terlibat dalam kampanye, memakai seragam partai hingga tidak bisa memberitakan secara berimbang. Hal inilah yang perlu dihindari saat jurnalis melakukan peliputan.
Lalu Edy juga menyinggung tentang survei yang kerap ditampilkan di beberapa media juga menurutnya perlu dicek kembali. Sebab tidak semua survei itu bisa dikatakan akurat, salah satunya ia mencontohnya dalam pemilu 2014 lalu, ada salah satu media yang menyiarkan polling kemenangan salah satu paslon, padahal dari paslon tersebut justru sebaliknya.
“Sehingga tugas jurnalis itu lah yang perlu mencari lagi kebenarannya di lapangan, lalu membandingkan survei lainnya juga,” tegasnya. Selain Edy, jurnalis Tempo Dian Yuliastuti menyampaikan bahwa setiap jurnalis juga memiliki hak politik, karena jurnalis juga menjadi bagian dari warga negara yang memiliki hak politik, memilih dan dipilih, bersuara, berekspresi, menyampaikan pendapatia seorang wartawan daktivitasnya melekat dalam profesinya. “Namun seorang jurnalis harus bersikap bijak dan bertindak serta mempertimbangkan segala aspek,” pungkasnya. (hun/nha)