SAMARINDA KOTA. Dalam diskusi membahas pidato Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Jumat (14/7) didapati sejumlah opini dan pendapat para aktivis dan jurnalis. Pidato politik yang disampaikan AHY dibedah, diikuti kalangan umum, mahasiswa dan para kader muda Demokrat.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPD Partai Demokrat Kaltim, Achmad Ridwan menjelaskan bahwa alasan digelarnya nobar pidato AHY bersama kaum milenial, karena pihaknya sadar pada Pemilu 2024 pemilih muda atau pemilih milenial akan memiliki pengaruh yang signifikan. Bahkan, menurut data KPU yang diterima pihaknya, ada sekitar 52 persen pemilih adalah kaum muda.
“Nobar pidato politik AHY sekaligus mengadakan diskusi untuk membahasnya, melibatkan mahasiswa bertujuan untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada pemilih pemula,” ucapnya pada awak media.
Tentunya juga agar lebih banyak masyarakat atau rakyat yang mendengar dan menyaksikan pidato tersebut. Karena menurut Awan, sapaannya, tidak semua orang memiliki akses atau kebiasaan menonton televisi atau menggunakan media sosial seperti YouTube.
“Kita juga ingin memastikan bahwa masyarakat di semua daerah dapat melihat dan mendengarkan pidato secara langsung,” bebernya. Dengan strategi ini juga, diharapkan pesan dan gagasan partai yang sesuai dengan jargon “Perubahan dan Perbaikan” dapat dikenal kepada masyarakat yang lebih luas.
Kegiatan juga tidak hanya ingin mengungkapkan permasalahan, tetapi juga menawarkan gagasan-gagasan untuk memperbaiki masalah-masalah tersebut, seperti persoalan ekonomi, sumber daya manusia, tata negara serta hukum di Negara Indonesia.
“Harapannya juga, pada pemilu tahun depan jumlah pemilih pemula akan meningkat dibandingkan dengan pemilih yang sudah konsisten,” bebernya. Tiga narasumber dihadirkan pada acara nobar dan diskusi bedah pidato politik AHY kali ini. Aktivis, Pimpinan Redaksi Samarinda Pos dan Serikat Mahasiswa Islam Indonesia (SEMMI).
Pendapat dalam diskusi diajukan Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Mahasiswa Islam Indonesia (SEMMI) Kaltim, Afri Adit Geofani. Pidato AHY menyoroti tiga landasan pemikiran dalam melakukan agenda perubahan. Pertama, studi dan pengamatan, atas apa yang dilakukan negara dan pemerintah selama sembilan tahun terakhir. Kedua, permasalahan serius yang dirasakan rakyat. Ketiga, keinginan dan harapan rakyat.
Hal ini juga disorotinya bahwa AHY ini bagian dari representasi anak muda yang kedepan akan mengisi pusat-pusat politik nasional. Dirinya sepakat dengan apa yang disampaikan terkait perubahan dan perbaikan, namun jangan hanya menjadi janji politik dan tidak terealisasi.
“Cuman ini jangan sampai menjadi janji-janji politik ke depan, karena kita sudah kenyang dengan itu. Seperti yang diberikan banyak yang lainnya, serta menjadi janji-janji politik yang tidak tuntas,” tegas Afri. Kebijakan pemerintah selama ini, masih perlu didorong agar ada pemerataan, ini juga yang harus dilakukan oleh semua yang ingin berpartisipasi mengurus negara ini.
“Dalam sektor pendidikan, jika dibandingkan, tak usah jauh, Kaltim dengan Jawa saja sangat berbeda jauh dari sistem pendidikannya,” pungkasnya Aktivis Kaltim, Habil Ngewa yang juga jadi narasumber turut menanggapi pidato politik AHY.
Menyebut, beberapa solusi yang ditawarkan, terdiri dari lima klaster, pertama, ekonomi dan kesejahteraan rakyat, kemudian Sumber Daya Manusia dan lingkungan hidup, lalu hukum dan keadilan, terus demokrasi dan kebebasan rakyat dan yang terakhir tata negara dan etika pemerintahan.
Satu per satu, klaster solusi yang ditawarkan Demokrat sebagai agenda untuk melakukan perubahan dan perbaikan. AHY menyampaikan agenda perubahan dan perbaikan akan diperjuangkan oleh Partai Demokrat, saat ini dan di masa depan.
“Pemerintah saat ini, fokus pada hilirisasi dan beberapa sektor perekonomian yang membuat nilai tambah bagi negara, katanya seperti itu,” ujarnya. Semua karya besar pemimpin tentu perlu penyempurnaan, ini yang menurut Habil Ngewa harus dipahami bersama agar sama-sama membangun Indonesia ke arah lebih baik dengan berbagai gagasan yang ditawarkan.
Negara ini dikelola yang patut diutamakan ialah hak asasi manusianya, bukan sumber daya alamnya. Menurut Habil Ngewa siapa pun pemimpinnya, seyogyanya mengerti bangsa ini telah berusaha membebaskan diri dari penjajahan, tentunya ada harkat dan martabat yang harus dibebaskan juga.
“Kalau saya lihat semua karya besar yang lahir hari ini atau lahir masa lalu penuh dengan pertentangan, untuk menyempurnakannya. Pemerintah saat ini jika menghasilkan karya besar, tentu masih banyak yang harus diperbaiki,” pungkasnya. (mrf/nha)