TANJUNG REDEB. Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Berau kembali menyoroti serapan anggaran yang dikelola Dinas Pendidikan (Disdik) Berau. Hal itu disoroti dalam rapat Pembahasan Renstra OPD TA 2024 (persiapan pembahasan KUA dan PPAS TA 2024).
Ketua Komisi I DPRD Berau, Per Kombong menegaskan bahwa salah satu agenda rapat tersebut yakni mengevaluasi serapan anggaran yang dikelola Disdik Berau pada tahun lalu demi perencanaannya pada tahun depan. Pokok persoalan utama yang juga dibahas yakni terkait anggaran 20 persen yang disalurkan ke Disdik sesuai amanat Undang-undang (UU).
Disampaikannya, dari 20 persen anggaran yang dikelola pada tahun lalu atau sekira Rp 700 miliar itu, hanya 13 persen anggaran yang terealisasi atau sekira Rp 500 miliar. Realisasi anggaran Rp 500 miliar itu untuk kegiatan pembangunan dan rehab gedung serta pembangunan fasilitas sekolah lainnya.
“Sedangkan belanja modalnya cuma di angka Rp 29 miliar. Nah, kalau kita berhitung, maka belanja modal itu hanya 0,8 persen dari 13 persen tersebut. Sisanya itu banyak di pelatihan, kemudian gaji. ” jelasnya. Dengan terserapnya 13 persen dari 20 persen itu maka masih terdapat 7 persen anggaran yang tersisa. Anggaran yang tersisa itu tidak dikelola langsung oleh Disdik Berau melainkan melalui OPD lain. Terkait hal ini, Peri menerangkan bahwa hal tersebut hanya merupakan masalah persepsi di Bappeda.
“Maksudnya, persepsi dari Bappeda itu bahwa semua yang menyangkut dunia pendidikan itu sudah terhitung di dalam 20 persen. Jadi tidak mesti semua di Dinas Pendidikan. Contohnya beasiswa. Beasiswa ini kan dalam bentuk hibah. Dan itu adanya di Kesra. Nah, itu menjadi akumulasi juga dari 20 persen,” tandasnya.
“Kemudian ada juga peningkatan kapasitas ada di dinas lain misalnya diklat, tugas pelajar dan lain-lain. Ini kan ada juga di dinas lain termasuk di BKD. Nah ini juga akumulasi untuk perhitungan 20 persen dengan Dinas Pendidikan itu,” paparnya.
Menanggapi media ini terkait pembenahan penyerapan anggaran tersebut ke depannya, Per menerangkan bahwa pemerintah daerah memang perlu belajar dari pemerintah Yogyakarta dan Surabaya. Di dua wilayah pemerintahan itu, anggaran itu tidak terpecah-pecah ke berbagai dinas lain.
“Kita mengambil perbandingan di daerah lain seperti di Surabaya dan Jogja. 20 persen itu benar-benar dikelola oleh Dinas Pendidikan dan tidak terpecah. Nah kita berharap bahwa ini juga bisa diperlakukan,” imbuhnya. Karena itu, ke depan, tambah Peri hasil rapat itu akan didorong untuk masuk ke Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk dipertimbangkan. Sebab, masalah anggaran pendidikan tersebut berkaitan dengan kebutuhan masyarakat.
“Dunia pendidikan ini kan sangat penting. Karena itu dunia pendidikan perlu ditingkatkan lagi kualitasnya. Nanti kami lihat lagi kebutuhan apa saja yang menjadi dasar itu. Berapa sih yang digunakan untuk gaji pegawai atau segala macam itu,” ungkapnya. Serapan anggaran yang rendah itu, lanjutnya, tidak terlepas dari sistem zonasi sekolah yang diterapkan saat ini. Melalui sistem zonasi itu, pemerintah menghendaki agar terjadi kesetaraan dalam dunia pendidikan. Karena itu, anggaran pun jelas terpecah-pecah untuk pembangunan semua sekolah.
“Zonasi ini kan dibuat pemerintah. Aturan ini dibuat supaya semua sekolah itu menjadi sekolah favorit. Nah ini yang mau kami angkat. Supaya sekolah itu sekarang baik yang di pelosok maupun yang di kota sama. Sehingga orang yang di pelosok itu nggak berbondong-bondong lagi ke kota untuk mencari sekolah favorit. Akhirnya ribut lagi ketika penerimaan siswa baru.
Jadi mesti diubah paradigma yang ada di masyarakat bahwa sekolah ini favorit yang lain tidak. Di kota favorit sedangkan yang lain sekolah abal-abal,” tegasnya. Dengan demikian, melalui sistem zonasi itu pemerintah juga berusaha mendekatkan pembangunan hingga ke pelosok. Termasuk melengkapi berbagai fasilitas pendidikan dan gedung yang belum semuanya dibangun.
Selain anggaran dan zonasi, dirinya pun menyoroti kekurangan guru SD dan SMP saat ini. Apalagi tidak ada lagi aturan mengenai pengangkatan guru honorer. Sementara saat ini, untuk konteks Berau terdapat kekurangan 172 tenaga pengajar baik di SMP maupun di SD.
“Kalau digabung ini sekitar 172 tenaga pengajar yang kita butuhkan lagi untuk memenuhi. Tetapi masalahnya kita terbentur dengan regulasi. Sehingga dalam hasil kesepakatan kita tadi bahwa Dinas Pendidikan akan membuat telaah,” sebutnya.
“Telaah itu kemudian disampaikan ke bupati. Dan ini akan dikonsulkan ke kementerian terkait yaitu kementerian Pendidikan maupun Kemenpan. Kemenpan ini kan yang membuat regulasi sementara teknisnya di Kementerian Pendidikan,” tutupnya.(adv/as/beb)