SAMARINDA KOTA. kemenangan Borneo FC atas Persikabo 1973 di Stadion Segiri, Minggu (13/8) malam lalu menyisakan banyak cerita. Tak hanya soal keluarnya tiga kartu merah yang diberikan kepada Silverio, stopper Borneo FC serta manajer tim Dandri Dauri dan pelatih Persikabo 1973, Salvador Rodriquez, tetapi juga kekesalan manajemen Pesut Etam atas kepemimpinan wasit Agus Fauzan yang dianggap tak fair.
Itulah sebabnya usai pertandingan, Borneo FC langsung membuat surat kepada PSSI yang ditembuskan kepada Komisi Wasit, terkait keputusan-keputusan kontroversial Agus Fauzan tersebut. Manajer tim Dandi Dauri mengaku, timnya banyak dirugikan atas keputusan wasit. Salah satunya adalah tidak diberikannya penalti ketika terjadi pelanggaran di kotak 12.
“Terus terang emosi saya tersulut ketika wasit membiarkan pelanggaran kepada pemain saya. Hal itu bertambah setelah ofisial lawan ikut berteriak yang diarahkan pada saya,” ujar Dandri. Dari laporan yang dibuat manajemen pada Komisi Wasit, ada tiga kejadian yang dianggap sebagai keputusan salah dari wasit. Yang pertama adalah kartu merah untuk Silverio di menit 28. Saat itu Silverio dianggap melakukan pelanggaran keras, ketika.
menjatuhkan pemain lawan di depan kotak penalti. Wasit menganggap Silverio adalah orang terakhir di garis pertahanan. Padahal pelanggaran yang terjadi pun sebenarnya tak terlalu berat. Kemudian di menit 59, saat Stefano Lilipaly dilanggar di kotak penalti ketika ia sudah akan berhadapan dengan penjaga gawang lawan.
Namun wasit membiarkan kejadian tersebut. Terakhir dalam laporan yang dibuat, terjadi di menit 75. Stefano yang berlari saat akan membangun serangan, mendapat tekel keras pemain Persikabo 1973 dari belakang. Wasit hanya mengeluarkan kartu kuning. Padahal pelanggaran lawan terbilang sangat keras.
“Tiga kejadian itu mendasari kami untuk membuat laporan. Kami mau wasit yang memimpin pertandingan kami lawan Persikabo 1973, mendapat sanksi keras,” ujarnya. Dandri juga mempertanyakan hasil pelatihan wasit Indonesia dengan Jepang, yang dilakukan sebelum kompetisi Liga 1 digulirkan.
“Jangan-jangan saat itu bukan pelatihan cara memimpin pertandingan yang baik diberikan, melainkan hanya uji fisik dan belajar bahasa Jepang,” singgung Dandri. Musim ini wasit-wasit Liga 1 memang banyak diambil dari mereka yang musim sebelumnya memimpin laga di Liga 2. Banyaknya wasit Liga 1 musim lalu yang tak diparkir, disebabkan kekuatan fisik mereka tak mumpuni.
“Ini harus dipertanyakan kembali, apakah kualitas wasit hanya dinilai dari kekuatan fisik atau apa. Masalah wasit ini sudah terjadi sejak pekan pertama, tapi sampai sekarang tak ada tindakan diambil oleh Komisi Wasit,” pungkasnya. (upi)