LAMBUNG MANGKURAT. Seekor buaya menampakkan diri tengah berjemur di bibir Sungai Karang Mumus (SKM) segmen Jalan Lambung Mangkurat, Kelurahan Pelita, Kecamatan Samarinda ilir, Senin (28/8). Kemunculan buaya muara dengan panjang 1,5 meter menjadi perhatian warga. Lantaran lokasinya tak jauh dari permukiman warga.
Amat (46), warga sekitar mengatakan, sudah dua pekan ini melihat buaya tersebut menampakkan diri dan berjemur di pinggir sungai. Keberadaan buaya membuat warga cemas, karena sungai tersebut kerap dijadikan anak-anak sebagai tempat bermain. Rasa tidak nyaman mereka bertambah karena jumlahnya lebih dari satu ekor.
“Pernah saya lihat yang ukurannya lebih besar. Saat air surut buaya itu menepi dan berjemur. Tapi kalau ada kapal atau orang mendekat, langsung masuk ke dalam air kembali,” kata Amat
“Kalau bisa segera dievakuasi, karena warga di sini khawatir dengan keberadaan buaya ini,” imbuhnya.
Tim Relawan Samarinda Animal Rescue (SAR) yang mengetahui penampakan buaya akan segera berkoordinasi untuk menentukan langkah antisipasi agar buaya tidak sampai menyerang warga.
“Jenis buaya muara. Buaya ini berada di sekitar lokasi karena ada makanannya. Tapi jika makanan habis, bukan tidak mungkin naik ke darat untuk berburu hewan yang akan dimangsa,” kata Ketua SAR, Suparlin.
Menurut Suparlin, warga sebaiknya meningkatkan kewaspadaan. Sebab buaya jenis ini termasuk ganas dan sangat agresif. Jika tidak diganggu, mungkin buaya terlihat tenang dan tidak menyerang. Namun dia akan menyerang kepada siapa saja yang dianggap mengganggunya.
Buaya muara atau disebut juga buaya berkatak yang dalam istilah biologinya disebut Crocodylus Porosus, adalah jenis buaya terbesar di dunia. Dinamakan buaya muara, karena selain di hidup di habitat utama yakni sungai sungai, buaya ini juga hidup di dekat laut alias muara, kadang dijumpai di laut lepas. Tidak heran jika buaya ini adalah satu satunya buaya yang bisa bertahan di air asin atau air laut.
“Saat ini kami hanya bisa mengimbau agar warga untuk sementara waktu tidak beraktivitas di pinggir sungai dahulu. Terlebih kepada anak-anak yang tinggal di bantaran sungai yang kerap mandi di sungai tersebut,” pungkas Suparlin. (kis/nha)