GUNUNG KELUA. Dua terdakwa kasus dugaan korupsi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dedek Yuliona bernama Arsandi alias Sandi dan Maryam Shaffiyah alias Sofie, dituntut bersalah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Samarinda, Senin (25/9).
Dalam tuntutan yang dibacakan JPU Sondang Lestari, perbuatan Sandi dan Sofie dinyatakan terbukti secara sah serta meyakinkan melanggar pasal 2 jo pasal 18 Undang-undang (UU) Republik Indonesia Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana termuat dalam dakwaan primair.
Dalam tuntutannya, JPU meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Samarinda yang memeriksa dan mengadili perkaranya menjatuhkan pidana penjara selama 5,5 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Sofie. Tidak itu saja, Sofie juga diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp 330.949.950 atau ganti kurungan selama 2 tahun 9 bulan.
Sementara Sandi dituntut berbeda. Tuntutannya lebih berat daripada Sofie. Yaitu pidana penjara selama 6 tahun ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sama halnya dengan Sofie, Sandi juga dibebankan pidana tambahan mengganti uang kerugian negara yang nilainya lebih banyak. Yakni sebesar Rp 732. 204. 550 atau ganti kurungan selama 3 tahun.
Adapun di antara pertimbangan JPU menyatakan Sandi dan Sofie bersalah adalah dalam persidangan keduanya berterus terang mengakui ada memalsukan dokumen pembayaran BPHTB. Kemudian uang yang seharusnya diserahkan ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk dimasukan ke kas daerah tidak diserahkan sebagaimana ketentuan, Akibat ulah mereka, kas daerah “lenyap” sebanyak Rp 1 miliar lebih dan unsur memperkaya diri sendiri dianggap terpenuhi.
Selanjutnya mengenai perbedaan uang penggantian yang harus dibayar, karena Sandi dianggap lebih lama dan banyak “menikmati” uang BPHTB daripada Sofie. Di mana Sandi disebut menjalankan aktivitasnya dalam rentang waktu sekitar 2015 hingga 2018. Sementara Sofie antara rentang waktu 2015 sampai 2017.
“Karena perbedaan waktu dan banyaknya uang yang digunakan terdakwa itulah, jadi pertimbangan kami juga dalam mengajukan tuntutan,” tutur JPU. Penasihan hukum Sofie dan Sandi, Nurjaninah dari Lembaga Bantuan Hukum Kalimaya, mengungkapkan bahwa pihaknya akan meminta waktu kepada Majelis Hakim untuk mengajukan pledoi (pembelaan). “Kami minta waktu untuk membuat pembelaan terhadap terdakwa,” tandas Nurjaninah singkat. (rin/nha)