SAMARINDA. Penyakit Frambusia merupakan penyakit kulit menular yang kambuh menahun. Penyebab penyakit Frambusia yaitu kuman Treponema Perteneu, yang mengakibatkan kulit mengalami infeksi akibat bakteri tersebut. Penyakit Frambusia tumbuh dan berkembang di daerah yang tropis, panas dan hujan.
Selain itu kebersihan lingkungan merupakan faktor penting pada penyakit itu. Penyakit Frambusia tersebut tidak dapat menembus kulit, tetapi masuk melalui luka lecet, goresan, atau luka infeksi kulit lain. Kota Samarinda sudah lima tahun ini bebas penularan Frambusia.
Hal itulah yang mendasari Dinas Kesehatan Samarinda melakukan Penilaian Sertifikasi Eradikasi Frambusia di Puskesmas Segiri oleh tim dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim, Selasa (3/10). Penilaian dilakukan terhadap 26 puskesmas se-Kota Samarinda, klinik swasta dan rumah sakit.
Selain dari Kemenkes, tim penilai juga berasal dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, serta Perhimpunan Ahli Empidemilogi Indonesia. Dalam penilaian itu dilakukan tanya jawab mengenai pengetahuan dari masing – masing puskesmas tentang penyakit Frambusia, penanganan, pencegahan dan pengobatan kasus penyakit Frambusia di masing -masing wilayah kerja puskesmas.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Samarinda, dr Osa Rafshodia menerangkan, penilaian itu dilakukan untuk sertifikasi. Karena sebenarnya secara fakta dan secara media, selama lima tahun ini Samarinda sudah tidak ada Frambusia.
Sampai saat ini belum ada ditemukan lagi penderita Frambusia di wilayah Samarinda dan kegiatan penyampaian informasi serta edukasi maupun pemeriksaan pada anak sekolah dan masyarakat masih dilaksanakan. Penilaian ini sertifikatnya akan diserahkan oleh presiden ke kepala daerah di Hari Kusta, tanggal 29 Januari 2024.
“Proses penilaiannya kurang lebih dua bulan. Yang diundang hadir ini adalah pimpinan puskesmas, dokter, pengelola program. Oleh tim penilaian mereka akan ditanya apakah memenuhi syarat untuk Frambusia. Banyak yang ditanya, apakah ada kasus, apakah sudah pernah sosialisasi, seluruh kecamatan, walaupun sebenarnya kita sudah zero Frambusia,” jelasnya.
Kepala Seksi (Kasi) P2P Dinas Kesehatan Kaltim, dr Ivan Hariyadi menyebut, Kaltim sebenarnya daerah non endemis Frambusia. Apalagi Samarinda, sudah tidak ada lagi kasusnya sejak lima tahun lalu.
“Frambusia ini yaitu koreng yang bukan karena kita jatuh terus menjadi koreng, tapi karena kuman, karena kebersihan yang kurang. Di Samarinda sudah tidak ada kasus ini, sudah lima tahun. Ini yang kita klopkan dengan program Kementerian Kesehatan, daerah-daerah yang memang bebas Frambusia dan kita bisa buktikan. Makanya teman-teman di Samarinda ini membuat dokumen yang memang benar-benar Samarinda bebas,” tuturnya.
Dikatakannya, sebenarnya Samarinda dan daerah-daerah di Kaltim yang sudah cukup air, bisa dipastikan bebas Frambusia. Karena biasanya penyakit tersebut terjadi pada daerah-daerah yang sulit air.
“Yang sudah penilaian tahun lalu Bontang, Balikpapan, PPU, Paser. Tahun ini Samarinda dan Kukar, sedangkan empat daerah lainnya, Kubar, Mahulu, Kutim dan Berau juga sudah bebas Frambusia, hanya saja belum penilaian,” terangnya.
Ditambahkannya, kewaspadaan dini terhadap Frambusia juga melibatkan peran serta masyarakat untuk menjaga Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, karena penyakit tersebut sangat erat kaitannya dengan kebersihan individu dan lingkungan, (adv/lin/rin)