SAMARINDA KOTA. Kabut asap menyelimuti Kota Samarinda sejak beberapa hari terakhir. Akibat kabut ini, aktivitas warga terganggu. Sebab jarak pandang terbatas dan mengancam kesehatan warga. Kabut asap sempat menutup pandangan ke arah Jembatan Mahakam dari kejauhan, Senin (9/10).
Dari pantauan, kabut asap menyelimuti wilayah Samarinda sejak pukul 06.00 Wita. Kabut menyelimuti jalan utama kota hingga jalur perlintasan kapal di Sungai Mahakam. Salah seorang motoris kapal tambangan bernama Masse (48) mengaku, meksi belum mengganggu aktivitas pelayaran, kabut asap membuat jarak pandang terbatas dan hanya berkisar 100 meter saja.
“Aktivitas kapal tambangan di Dermaga Mahakam Ilir berjalan normal, meski jarak pandang para motoris terbatas,” kata Masse. Sementara salah seorang pengguna tambangan mengaku, selain jarak pandang terbatas akibat kabut asap, tenggorokan terasa kering dan sakit. Untuk itu, dirinya menggunakan masker untuk mencegah kondisi kesehatan lebih memburuk.
“Sudah cuaca panas ditambah kabut asap. Sangat tidak nyaman. Tapi mau bagaimana lagi. Setiap hari harus ke pasar dari Samarinda Seberang menggunakan jasa kapal kelompok karena lebih dekat,” ujar Susana. Kepala Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Samarinda, Riza Ariannor menjelaskan, kabut asap yang terjadi di Kota Tepian bukan dampak dari asap kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan alat yang memantau partikel udara Samarinda, saat ini masih dalam kondisi aman dari asap Karhutla.
“Kabut yang menerpa Samarinda beberapa hari ini merupakan fog atau kabut dari partikel-partikel basah. Di masa transisi di musim kemarau hal tersebut pun bisa terjadi,” kata Riza, Senin (9/10). Berdasarkan informasi partikulat meter (PM2,5) BMKG, kandungan partikel udara di Samarinda berada dikisaran angka 58,50 mikrogram per meter kubik, atau kondisi udara sedang.
Lalu, kandungan partikel udara berangsur menurun pada pukul 12.00 Wita di kisaran 44,70 mikrogram per meter kubik. Adanya kabut itu lantaran adanya afeksi masa udara yang hangat dan permukaan tanah yang dingin menyebabkan kondensasi.
Menurut Riza, sejauh ini, Samarinda akan terjadi hujan meski hanya hujan lokal dengan intensitas rendah. Hujan mulai mengguyur beberapa daerah, namun di sebagian wilayah lain tidak. “Musim hujan tahun ini diprakirakan akan terjadi di pertengahan November dan puncaknya pada Januari dan Februari 2024,” tukas Riza.
WASPADA ISPA
Sementara itu, di sisi lain kondisi kabut asap di Kaltim saat ini bisa dikatakan cukup memprihatinkan dan bertambah luas. Bahkan, jarak pandang juga sudah mulai terganggu. Tidak hanya menghambat moda transportasi, kabut asap juga disebut bisa menimbulkan bahaya kesehatan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim Agus Tianur mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap potensi penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) akibat asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang menyelimuti sebagian wilayah provinsi tersebut.
“Kami turut prihatin terhadap maraknya Karhutla yang ada di wilayah Kaltim. Karena itu, kami memperingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap penyakit-penyakit yang bisa terjadi akib dan kakiat asap, di antaranya ISPA, iritasi mata, dan alergi kulit,” katanya pada awak media.
Menurutnya, asap Karhutla telah mengakibatkan polusi udara yang merembet ke pemukiman warga, terutama di wilayah Tanah Grogot, Kabupaten Paser, yang baru saja mengalami kebakaran hutan yang dahsyat pada Rabu (4/10) lalu.
“Kondisi ini mengakibatkan jarak pandang mulai terbatas dan membawa dampak buruk berupa kepulan asap yang bisa mengganggu kesehatan masyarakat sekitar” ujarnya. BPBD Kaltim berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah untuk menyediakan obat-obatan dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang terdampak asap.
Agus menambahkan, untuk mencegah terjadinya Karhutla di beberapa wilayah yang ada di Kaltim, pihaknya telah berkoordinasi dengan seluruh komponen masyarakat melalui BPBD Kabupaten/Kota untuk bekerja sama dalam mengantisipasi dan menanggulangi Karhutla.
“Melihat maraknya peristiwa Karhutla yang dasyat di beberapa pekan ini, kami mengimbau masyarakat untuk tidak membakar lahan di tengah kondisi cuaca panas akibat puncak musim kemarau,” tuturnya. Bahkan saat ini, katanya, suhu tersebut bisa mencapai 36 derajat celcius. Suhu panas sudah mencapai titik yang sangat ekstrem dan bisa memicu kebakaran.
Dia juga mengajak masyarakat untuk aktif melapor kepada pihak berwenang jika menemukan titik api atau kebakaran di sekitar lingkungan mereka. Ia mengharapkan partisipasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan dari ancaman Karhutla. “Jika ada yang mengetahui adanya titik api atau kebakaran, segera laporkan kepada kami atau pihak terkait agar bisa segera ditangani,” pungkasnya. (kis/mrf/nha)