GUNUNG KELUA. Sejak awal persidangan tak bertele-tele dan memilih untuk bersikap kooperatif, dua terdakwa dugaan korupsi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dedek Yuliona bernama Arsandi alias Sandi dan Maryam Shaffiyah alias Sofie, akhirnya menggunakan kesempatan yang diberikan Majelis Hakim untuk merespons tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Samarinda.
Sandi dan Sofie mengajukan pledoi (pembelaan) pasca dituntut JPU. Dalam tuntutannya, JPU berpendapat ulah Sandi dan Sofie terbukti secara sah serta meyakinkan melanggar pasal 2 jo pasal 18 Undang-undang (UU) Republik Indonesia Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana termuat dalam dakwaan primair.
Di mana JPU menuntut agar Sofie dijatuhi pidana penjara selama 5,5 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Tidak itu saja, Sofie juga diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp 330.949.950 atau ganti kurungan selama 2 tahun 9 bulan.
Sementara Sandi dituntut berbeda. Tuntutannya lebih berat daripada Sofie. Yaitu pidana penjara selama 6 tahun ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sama halnya dengan Sofie, Sandi juga dibebankan pidana tambahan mengganti uang kerugian negara yang nilainya lebih banyak.
Yakni sebesar Rp 732. 204. 550 atau ganti kurungan selama 3 tahun. di antara pertimbangan JPU menyatakan Sandi dan Sofie bersalah adalah dalam persidangan keduanya berterus terang mengakui ada memalsukan dokumen pembayaran BPHTB.
Kemudian uang yang seharusnya diserahkan ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk dimasukan ke kas daerah tidak diserahkan sebagaimana ketentuan, Akibat ulah mereka, kas daerah “lenyap” sebanyak Rp 1 miliar lebih dan unsur memperkaya diri sendiri dianggap terpenuhi.
Selanjutnya mengenai perbedaan uang penggantian yang harus dibayar, karena Sandi dianggap lebih lama dan banyak “menikmati” uang BPHTB daripada Sofie. Di mana Sandi disebut menjalankan aktivitasnya dalam rentang waktu sekitar 2015 hingga 2018. Sementara Sofie antara rentang waktu 2015 sampai 2017.
“Jadi kedua terdakwa pada intinya hanya meminta keringanan hukuman atas tuntutan yang disampaikan JPU,” ujar penasihat hukum Sandi dan Sofie, Nurjaninah dari Lembaga Bantuan Hukum (:BH) Kalimaya. Ditambahkan Nurjaninah, tim penasihat hukum setelah melihat fakta selama persidangan sebenarnya sepemahaman dengan yang disampaikan JPU, terkait penerapan hukum dalam perkara Sandi dan Sofie karena semua unsur dianggap terpenuhi.
Namun tim penasihat hukum meminta keringanan atas tuntutan yang diberikan JPU atas pertimbangan kooperatifnya Sandi maupun Sofie selama jalannya persidangan. “Semoga saja ini menjadi pertimbangan bagi Majelis Hakim maupun JPU,” tandasnya. (rin/nha)