SAMBUTAN. Proses penindakan terhadap kegiatan penambangan liar di kawasan Sambutan, dinilai aneh oleh sejumlah pihak yang selama ini getol menyoroti persoalan tambang ilegal di Kaltim khususnya Kota Samarinda. Apalagi dalam proses penindakan itu, pelaku penambangan ilegal menunjukkan dokumen yang tidak sah atau bodong dengan tujuan kegiatannya dinyatakan legal, karena mengantongi izin.
Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah merasa aneh dengan cara penindakan yang dilakukan aparatur pemerintahan.
“Itu aneh. Kan, secara kasat mata tidak masuk akal perusahaan yang wilayah konsesinya jauh, tiba-tiba mengklaim peristiwa hukum di wilayah lain,” kata Herdiansyah kepada awak media, Kamis (19/10). Pria yang biasa disapa Castro itu pun menaruh curiga ada permainan dalam penindakan yang telah dilakukan.
“Jangan-jangan masuk angin. Mestinya dalam kasus ini ditangani langsung kepolisian, termasuk memeriksa kemungkinan ada pihak terkait yang ikut bermain,” ucapnya. Senada dengan Castro, Koordinator Pokja 30 Kaltim, Buyung Marajo juga menganggap dalam penanganan kasus-kasus tambang tidak ada keseriusan.
“Harusnya dokumen tersebut diteliti terlebih dahulu keabsahannya melalui koordinasi dengan pihak terkait. Jika tidak sah maka harus dilaporkan,” terang Buyung. Persoalan tambang ilegal di Samarinda diakui Buyung tidak akan pernah ada habisnya selama masih ada permintaan.
“Dengan menggunakan berbagai modus mereka (penambang liar) akan terus ada. Jadi komitmen untuk mengatasi tambang ilegal itu saya katakan hanya omong kosong,” ucapnya. Persoalan tambang ilegal dikatakan Buyung, patut diakui bukan ranah Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim. Karena tidak adanya kewenangan untuk menghukum.
“Karena untuk itu (menghukum, Red) kewenangannya ada diyudikatif yang meliputi kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Tetapi bukan berarti tidak ada yang bisa dilakukan ESDM. Mereka bisa berkoordinasi dengan aparat penegak hukum atau yudikatif. Itu harus dilakukan. Artinya tidak membiarkan maling itu mencuri di rumah sendiri,” paparnya.
Buyung berharap persoalan temuan penambangan liar di Sambutan itu dapat ditangani secara serius, untuk menghentikan dan pencegah munculnya kegiatan serupa yang merusak lingkungan. “Apalagi siapa yang menambang di lokasi tersebut sudah diketahui,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, tim gabungan menghentikan kegiatan penambangan berkedok pematangan lahan yang digarap penambang liar di Sambutan. Tim itu terdiri atas petugas Pengawas Bangunan (Wasbang) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda, Satpol PP Samarinda, staf Kecamatan Sambutan serta Kelurahan Sambutan.
Tidak hanya menyetop kegiatan tak berizin tersebut, tim yang turun ke lokasi di Jalan Bendungan, Kelurahan Sambutan, Kecamatan Sambutan Senin (16/10) lalu, juga menyegel dua ekskavator warna kuning merek Sany. Alat itulah yang dipakai untuk melakukan penambangan.
Pasca penyegelan itu, PUPR kemudian melayangkan pemanggilan kepada pelaksana kegiatan yang diketahui bernama Rohim. Ya, Rohim adalah penambang liar yang pernah diusir warga di Jalan Parikesit II, RT 43, Kelurahan Rawa Makmur pada 19 November 2022.
Meski begitu, Rohim sepertinya masih ingin membela diri. Kepada PUPR, Rohim memperlihatkan dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Surat Perintah Kerja (SPK) pertambangan yang ia kantongi. Hal itu dilakukan Rohim tentunya agar terlepas dari tudingan kegiatan penambangan ilegal.
“Yang kerja sudah datang. Namanya Rohim. Dia menunjukkan dokumen IUP kepada kami,” kata Pejabat Fungsional Penata Bangunan Dinas PUPR Samarinda, Juliansyah Agus dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (18/10). Namun persoalan penambangan yang dilakukan di lokasi tersebut ditegaskan Agus, bukanlah ranah pihaknya.
“Yang kami lakukan hanya mengarahkan untuk mengurus Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) terkait kegiatan pematangan lahan. Karena informasinya, dia (Rohim, Red) sudah ke pertanahan untuk mengurus izin pematangan lahan. Karena tidak ada izin tersebut, sementara kami setop dulu kegiatannya,” paparnya.
Dalam dokumen IUP SPK yang dimiliki Rohim, tertulis dua nama perusahaan yakni PT Cahaya Ramadhan dan PT Palu Kaltim Sejahtera. Dua perusahaan itu didaftarkan melalui situs Online Single Submission (OSS). Salah satu perusahaan tersebut disebutkan milik Rohim, dan mendapat IUP SPK dari PT Energi Cahaya Industritama (ECI).
Tetapi Kabid Mineral dan Batu Bara (Minerba) Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Sukariamat menyatakan, bahwa dokumen tersebut hanyalah berupa SPK yang didapat dari pemilik konsesi yakni PT ECI. “Itu (dokumen, Red) bukan IUP. Dia (Rohim, Red) hanya kontraktor PT ECI,” tegas Sukariamat.
Belakangan keabsahan dokumen SPK yang dimiliki Rohim itu dipertanyakan. Dokumen itu disinyalir bodong. Lokasi yang digarap tidak masuk dalam konsesi perusahaan tambang manapun. Hal itu diperkuat dengan tidak masuknya koordinat area yang ditambang Rohim dalam situs Minerba One Map Indonesia (MOMI), situs resmi Kementerian ESDM. “Itu berarti ilegal,” tegas Sukariamat.
Jika lokasi garapan yang dimaksud itu ilegal, Rohim dipastikan melanggar perjanjian dengan PT ECI selaku pemberi SPK. Karena PT ECI diketahui tidak memiliki area konsesi di wilayah Sambutan. Media ini kemudian mengkonfirmasi keabsahan dokumen SPK PT Cahaya Ramadhan dan PT Palu Kaltim Sejahtera sekaligus peran Rohim, kepada Operations Manager PT ECI, Budi Fachroni.
Namun jawaban mengejutkan justru disampaikan Budi. Dengan tegas Budi menyebut pihaknya tidak pernah menjalin kerja sama dengan Rohim. “PT ECI tidak ada kerja sama dengan PT Palu Kaltim Sejahtera atau Rohim,” tegas Budi. Bahkan Budi pun kembali menegaskan, PT ECI tidak memiliki IUP di daerah Sambutan.
“Wilayah IUP ECI tidak ada di Sambutan atau Pelita 4,” tegasnya lagi. Namun Budi mengakui pihaknya pernah bekerja sama dengan PT Cahaya Ramadhan dengan memberi SPK.
“Tetapi (kerja sama) itu sudah lama. Mengenai apa hubungan PT Cahaya Ramadhan dengan PT Palu Kaltim Sejahtera, kami juga tidak tahu. Apalagi dengan Rohim,” tandasnya. Sayangnya Budi belum menentukan sikap atau langkah apa yang akan dilakukan PT ECI, karena nama perusahaannya ikut dicatut Rohim untuk melakukan penambangan ilegal di Sambutan. Upaya media ini untuk mendapatkan pernyataan Rohim tak kunjung berhasil. Berbagai cara dilakukan, termasuk mendekati pejabat terkait yang pernah berhubungan dengan Rohim juga tak berhasil. (oke/nha)