SAMARINDA. Kepala Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Dinas Pariwisata (Dispar) Kalimantan Timur (Kaltim), Restiawan Baihaqi mengatakan bahwa terdapat dua strategi pemasaran dalam atraksi ekowisata pada hutan mangrove, yakni dalam bentuk atraksi hidup dan mati.
“Atraksi itu bisa hidup atau mati, dengan menyesuaikan kebutuhan dan preferensi wisatawan,” ungkap Baihaqi. Ia menjelaskan untuk mendapatkan preferensi tersebut, maka wisatawan harus melalui riset pasar, segmentasi pasar, penentuan target pasar, posisi pasar, atau diferensiasi pasar.
Kemudian setelah riset, mereka juga harus memperhatikan keunggulan kompetitif yang membedakannya dari destinasi atau objek wisata lainnya.
“Misalnya, sering kita temui mangrove inikan melihat alamnya saja. Untuk itu, ditambahkan dengan atraksi mati, yakni barcode wisata yang berisi video atau penjelasan yang lebih detil soal mangrove. Atau ditambah both foto yang lebih lengkap, itu juga termasuk atraksi mati,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa atraksi wisata ini agar dapat dilihat, didengar, dirasakan, bahkan dapat dialami oleh wisatawan di destinasi mangrove.
“Contohnya misalkan wisatanya ingin mengalami langsung bagaimana mangrove ini bisa tumbuh, adanya penyediaan atraksi hidup seperti kegiatan penanaman mangrove atau adanya program konservasi mangrove, ini kan experience yang bisa didapat,” ungkapnya.
Kendati demikian, Baihaqi menyarankan bagi para pengembang objek wisata, khususnya hutan mangrove agar dapat menghadirkan atraksi hidup, seperti adanya tari-tarian dan lainnya.
“Mitra dan stakeholder ini dapat berupa pemerintah, swasta, komunitas lokal, media massa, akademisi, asosiasi pariwisata, atau organisasi non-pemerintah, sehingga dapat melancarkan promosi atraksi ini,” tandasnya. (adv/mrf/beb)