SAMARINDA KOTA. Pembinaan angkat besi di Kaltim cukup mendapat perhatian dari Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PABSI). Ini ditunjukkan dengan keinginan pusat untuk mengambil beberapa lifter muda Benua Etam masuk ke Pelatnas jangka panjang, yang dipersiapkan untuk Olimpiade 2032.
Namun, keinginan itu mendapat penolakan dari PABSI Kaltim. Pasalnya, berkaca pada dua atlet m, Muhammad Fathir dan Nelly, bukan peningkatan prestasi yang didapat, justru mereka dipulangkan karena cedera.
“Kami menolak, takutnya di sana malah tak terkontrol dan justru hancur,” ujar pelatih angkat besi Kaltim, Rendy R Ary. Hal ini disampaikan Rendy yang juga menangani Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar Daerah (PPLPD) Samarinda, karena dua orang atletnya di sentra pembinaan Disporapar Samarinda itu dipanggil untuk mengikuti pelatihan jangka panjang.
“Ada Sherin Alvionita dan Aulia Putri Nadifah yang remaja. Kemudia Ade Saputra, peraih emas di Popnas kemarin yang dipanggil,” jelasnya. Ditegaskannya, ia tak mau melepas atletnya, jika bukan dia sendiri yang mendampingi. Begitu pun para atlet, juga tak mau jika bukan pelatihnya sendiri yang menangani. Terkait hal ini, PB sebenarnya menawarkan dirinya untuk masuk dalam tim pelatih pelatnas, tapi karena alasan pekerjaan, menjadi dasar penolakannya juga.
“Kami sebenarnya menawarkan untuk pelatnas dilakukan di daerah saja, tapi PB menolak. Kemudian saya mengajukan pelatih lain dari Kaltim juga, mereka juga enggak mau kalau bukan saya,” ucap Rendy. Ditanya apakah penolakan itu akan berdampak terhadap kemungkinan PB tak akan menyertakan lagi Kaltim dalam skuad Merah Putih, Rendy tegas menepis hal tersebut. Menurutnya, seleksi nasional itu bersifat terbuka dan setiap daerah berhak mengikutinya. Termasuk menolak jika ada atletnya yang dipanggil ke pelatnas.
“Sama seperti Firdha Khairunnisa, yang kemaren memecah rekor di kualifikasi PON kemarin, dia termasuk yang dipanggil, tapi kami juga menolak. Karena dia kami siapkan untuk PON XXI/2024,” tegasnya. Kekhawatiran atletnya akan hancur saat masuk pelatnas, disebut Rendy sudah terjadi sebelumnya. Di mana, program yang diberikan di pelatnas, dikatakannya mengabaikan sisi psikis atlet. “Mereka hanya disuruh latihan-latihan terus, tapi sisi psikologisnya tidak diperhatikan,” pungkasnya. (rz/upi)